Rabu, 04 Februari 2009

Ratusan Pengungsi Myanmar Hanyut ke Aceh, 22 Orang Meninggal

Banda ↔ Belum lagi selesai penanganan 193 warga asal Myanmar dan Bangladesh yang terdampar di Sabang pada 7 Januari lalu, kini 198 orang lagi yang diduga bernasib sama (diusir dari negara mereka) ditemukan terapung-apung di perairan Aceh dan selanjutnya manusia perahu tersebut ditarik ke Kuala Idi, Aceh Timur, Senin (2/2).

Serombongan warga asing dengan menggunakan perahu tanpa mesin diketahui terdampar di Selat Malaka, Senin (2/2) sekira pukul 14.00 WIB. Manusia perahu itu ditemukan pertama sekali oleh KM Sepakat asal Kuala Idi, Aceh Timur. Selanjutnya perahu sesak penumpang itu ditarik ke daratan Kuala Idi, dan tiba pada Selasa (3/2) dini hari sekira pukul 03.00 WIB.

Informasi yang diperoleh Serambi menyebutkan, dari 198 manusia perahu tersebut––semuanya laki-laki––seorang di antaranya asal Bangladesh. Warga Myanmar plus Thailand tersebut dibuang dengan boat tanpa mesin oleh militer Thailand setelah dikarantinakan pada sebuah pulau di negeri Gajah Putih itu. Pada awalnya dalam rombongan ini ada 220 orang, namun selama terapung-apung 21 hari di lautan lepas, 22 di antaranya meninnggal dunia akibat kelaparan dan dehidrasi.

Setelah didaratkan di Kuala Idi, warga Myanmar itu ditempatkan di pelataran Mes Danposal TNI AL Idi. Ratusan masyarakat Kuala Idi dan sekitarnya yang mengetahui kedatangan manusia perahu itu datang berbondong-bondong untuk melihat nasib warga yang semuanya beragama Islam tersebut. Warga setempat secara bahu membahu membantu makanan, minuman, dan pakaian, serta mengumpulkan uang.

Sekitar pukul 10.00 WIB kemarin, warga asal Myanmar itu dievakuasi ke Kantor Camat Idi Rayeuk dan ditempatkan di rumah dinas camat. Sedangkan yang lemas dan sakit diboyong oleh PMI, petugas medis, masyarakat, Sat Pol PP, polisi, dan TNI-AL ke RSUD Idi. Mereka dievakuasi dengan ambulance dan truk.

Dibuang

Rahmad (37), seorang warga Myanmar yang bisa berbahasa Melayu kepada Serambi mengatakan, mereka dibuang oleh militer Thailand setelah ditangkap dan dikarantinakan di sebuah pulau. Selain itu, mereka yang berjumlah ribuan orang disiksa dengan cambuk. Bahkan beberapa orang di antara mereka masih ada bekas siksaan.

Menurut Rahmad, ada sekitar 1.200 orang di pulau itu. Mereka dibuang ke laut dengan boat tanpa mesin secara bertahap. “Rombongan kami merupakan tahap keempat dan akhirnya terdampar di sini. Dalam perjalanan, jumlah kami semua 220 orang namun 22 orang rekan kami meninggal. Tidak ada cara lain, yang meninggal diceburkan ke laut,” kata Rahmad dengan bahasa Melayu patah patah.

Rahmad dan kawan-kawan mengaku sangat senang bisa terdampar di Indonesia (Aceh). Mereka juga bertekad tidak mau kembali lagi ke Myanmar. Di sana mereka mengaku akan mendapat ganjaran 10 tahun penjara bagi warga yang telah keluar dari negara dan kembali lagi. “Kami sangat terjepit, tolong bawa kami ke mana ada negara Islam. Pemerintah Myanmar membatasi kami beribadah. Kami selaku etnis Rohingya merupakan minoritas dan tertekan. Kami mau datang kepada saudara kami yang Islam,” ucapnya dengan penuh harapan.

Ia melanjutkan, semua warga Myanmar yang terdampar tersebut sebelumnya bekerja di Thailand. Ada sebagian yang membuat roti, bekerja di olahan kayu, nelayan, dan lain-lainnya. “Saya sudah satu tahun di Thailand dan bekerja di sana. Anak dan istri saya masih di Myanmar,” kata Rahmad yang memiliki tiga anak.

Kepala Imigrasi Langsa, Iwan Rianto yang ditanyai Serambi menjelaskan, pihakya belum mengetahui apa penyebab warga Myanmar terdampar ke Aceh Timur. Pihaknya akan melakukan pendataan terlebih dahulu dan akan menyampaikan kepada Dirjen di Jakarta. “Kita juga akan tanyakan kepada kedutaan besar mereka nantinya, tapi itu urusannya dirjen,” kata Iwan.
◄ Newer Post Older Post ►