Senin, 26 Januari 2009

Imlek untuk Mawas Diri

Jakarta – Perayaan Imlek bisa menjadi momentum untuk mawas diri dan introspeksi pada tahun-tahun selanjutnya. Karena itu, semua orang diharapkan bisa menahan emosi, ucapan, dan kata-kata kontraproduktif. Semuanya saling mengisi, menyayangi dan mendoakan.

Ketua Umum Perwakilan Umat Budha Indonesia (Walubi) Hartati Murdaya, mengatakan, tahun baru Imlek merupakan momentum untuk mawas diri dan introspeksi untuk menghadapi tahun-tahun ke depan. Tahun ini menurutnya, merupakan tahun banyak cobaan dan ujian. Semuanya, harus bisa menahan emosi, ucapan dan kata-kata kontraproduktif.

Semua elemen masyarakat, harus saling mengisi dan menyayangi. Setelah itu, perbanyaklah berdoa kepada Yang Maha Kuasa. Pasalnya, lanjut Hartati, inti dari situasi hidup manusia di dunia adalah berdoa.

“Harus banyak berdoa agar bisa berubah lebih baik, karena ketika berdoa terjadi kenyamanan dalam batin,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Minggu (25/1).

Lebih lanjut Hartati mengatakan, makna Imlek tidak mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Imlek merupakan perayaan musim semi dan dirayakan dalam rangka mensyukuri panen. Karena itu, imlek juga merupakan simbol dari kemakmuran. “Imlek dirayakan oleh rakyat, bagi kemakmuran bangsa Indonesia,” imbuhnya.

Makna implisit dari Imlek, adalah persatuan dan kesejahteraan. Semua elemen bangsa mengharapkan kesejahteraan dan kerukunan. Dalam konteks resesi ekonomi global saat ini, semua pihak harus prihatin, berdoa, dan memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan keadaan lebih baik.

Semua pihak harus optimistis menuju ke arah lebih baik dan tetap menerima yang sudah terjadi dengan lapang dada. Pasalnya, lanjut Hartati, semua keadaan tidaklah kekal melainkan selalu berubah yakni yang baik menjadi buruk dan keadaan buruk berubah menjadi baik. ”Jadi kita dalam keadaan buruk memohon supaya tetap berubah menjadi baik,” paparnya.

Imlek, lanjut Hartati, adalah tradisi etnis Tiong Hoa yang berasal dari nenek moyang. Bahkan sebelum kelahiran Nabi Kong Hu Cu pun Imlek sudah dirayakan. Bagi yang beragama Budha, ada ritual tersendiri dalam merayakannya. Bagi yang beragama Kristen, mereka berdoa kepada Tuhannya.

Bahkan, yang beragama Muslim pun, kata Hartati, di daerah tertentu seperti daratan Tiongkok, sekitar Shing Thiang, mereka merayakan imlek dengan cara Muslim. ”Warga di Shing Thiang beragama Muslim, yang dekat dengan Pakistan,” imbuhnya.

Karena itu, imlek sebenarnya bukan perayaan agama, melainkan tradisi Tiong Hoa yang merayakan musim semi. Pasalnya, musim semi biasanya adalah musim cerah dan memiliki udara yang bagus. Jika ditanam padi akan tumbuh bagus, dan pertanian secara umum pun akan baik. ”Jadi, imlek itu dirayakan,” tukasnya.

Tahun Baru Imlek kali ini yang jatuh pada Senin (26/1) merupakan pergantian lambang Shio dari tahun Tikus ke tahun Kerbau. Berdasarkan hitungan tahun kelahiran Nabi Khong Hu Cu, perayaan Imlek kali ini merupakan yang ke 2560.

Namun berdasarkan Ilmu Astrologi China yang lebih bisa dipertanggung-jawabkan, pergantian periode Shio dilakukan dengan berpedoman pada siklus Matahari terhadap Bumi, saat masuk ke periode Li Chun (awal musim semi). Tahun 2009 ini Li Chun jatuh pada 4 Februari 2009, tepatnya pukul 00.50.

Tapi yang jelas makna imlek adalah sama yakni yang jelek berubah menjadi lebih baik, menjadi lebih sejahtera. Sehingga Indonesia bisa keluar dari kesulitan dan bersama-sama membangun sebagai bagian dari Bangsa Indonesia.
◄ Newer Post Older Post ►