Kamis, 29 Januari 2009

Aliran Sesat Gelar Ritual Bugil

JAKARTA, WandINewS - Setelah dua aliran sesat di Jakarta yang dipimpin Lia Eden (mengaku sebagai Malaikat Jibril) dan Ahmad Musadeq (mengaku sebagai nabi) terbongkar dan keduanya sudah dijatuhi pidana, sebuah sekte sesat kembali menggegerkan Jakarta. Polisi menggerebek aliran sesat Satrio Piningit Weteng Buwono di Pasar Minggu, Selasa (27/1).

Foto: Agus Imam Solichin (org yang Mengaku Tuhan)

Namun, pimpinan aliran sesat Satrio Piningit, Agus Imam Solichin, tidak ditemukan. Polisi hanya bisa memeriksa 2 anak buah Agus. Menurut anak buahnya, AK Kusmana, sudah menghilang sejak Desember 2008.

Sampai Rabu (28/1), polisi masih memburu Agus yang diduga bersembunyi di suatu tempat di Bekasi, Jawa Barat.

“Itu (ada di Bekasi) berdasarkan pengakuan anak buahnya,” kata Kepala Satuan (Kasat) Keamanan Negara (Kamneg) AKBP Daniel Tifaona saat dihubungi melalui telepon, Rabu kemarin.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Zulkarnain, menyatakan, kasus ini ditangani pihak Polres Jakarta Selatan, Polda Metro Jaya hanya memantau. “Dia belum tertangkap,” katanya di Polda Metro Jaya, Rabu (28/1).

Aliran ini beranggotakan 40 orang dan menyimpang dari ajaran Islam. Antara lain mengaku sebagai Imam Madi dan sebagai Tuhan, mengajak pengikutnya meninggalkan salat. “Ngapain kalian salat, ngapain kalian puasa karena saya sudah Wujud. Dengan sabar juga telah berpuasa,” ujar Eko (33), mantan pengikut Agus yang telah sadar, di markas Satria Piningit Weteng Buwono, Kebagusan 2 RT 10 RW 06, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (28/1).

Agus juga mengaku sebagai titisan Soekarno pada 6 Juni 2008. Puluhan gambar mantan Presiden Soekarno tampak dipajang di lantai 2. Ada juga alat-alat musik seperti gitar dan piano. Agus juga melakukan ritual aneh seperti berhubungan seks massal dengan anggotanya. Pengajian pun diisi dengan nyanyi-nyanyi seperti lagu cucakrowo.

Dedengkot sekte mesum, Agus Solichin kabur dengan meninggalkan jenazah Ratna Ayu Kusumaningrum (33), pengikutnya. Agus secara tak langsung bertanggung jawab atas kematian Ayu karena dia melarang penderita TBC tersebut dirawat di rumah sakit. Kematian Ayu pada Desember 2008 membuat sang ayah, A Kusmana, merasa ada yang tidak beres dengan Agus. Kusmana melaporkan aliran ini ke aparat berwenang. Saat itu, Agus sudah kabur dari rumah Kusmana.

Informasi yang dihimpun Warta Kota (grup Tribun) Rabu (28/1), Ayu merupakan putri Kusmana. Sekitar November tahun lalu, Ayu yang mengidap sakit paru-paru dan lever dirawat di RS Pasarrebo, Jakarta Timur.

Saat Ayu diizinkan pulang, Agus mengambil alih perawatan karyawati sebuah bank swasta ini. Ayu dilarang makan obat dari dokter, tak boleh kena sinar matahari, sementara menu makannya ditentukan Agus. “Katanya, hanya dia yang bisa menyembuhkan Ayu,” ujar seorang kerabat Kusmana di Kebagusan, Rabu (28/1).

Ayu dirawat di lantai dua rumah Kusmana yang dijadikan markas Satria Piningit yakni di Jalan Kebagusan II.

Pada 8 Desember lalu, wanita muda ini menghadap Sang Khalik. Saat itu, Agus melarang Kusmana dan keluarganya mendekati jenazah Ayu. Ketika Kusmana lengah, Agus kabur.

Beberapa hari lalu, dua murid kesayangan Agus datang ke rumah Kusmana untuk mengambil barang-barang Agus. Massa yang sudah kesal terhadap Agus dan alirannya menangkap dua murid itu. Keduanya kemudian diperiksa di Mapolrestro Jakarta Selatan.

Sejumlah warga RT 10/06 yang ditemui Rabu siang mengaku lega karena pihak berwajib telah turun tangan mengusut aliran Satrio Piningit. “Kami sudah protes sejak aliran ini muncul, antara tahun 2002 atau 2003,” ujar Hj Titin (37), warga setempat. Namun warga tak bisa berbuat banyak. “Sepertinya, Pak Agus mempunyai kekuatan hipnotis yang besar. Warga yang kesal kepada dia, jadi adem setelah didatangi olehnya,” katanya.

Menurut Titin, Agus dan kelompoknya menggunakan simbol-simbol Islam. Namun, Titin mengatakan, ajaran Agus justru bertentangan dengan Islam. Di awal kehadiran Agus di Kebagusan, beberapa warga menerima undangan untuk mengikuti pertemuan Satrio Piningit. Ketika mendapati ajaran Satrio Piningit tak sesuai dengan Islam, warga pun menjauh.

Hubungan badan
Hingga kemarin siang, puluhan orang masih berkumpul di depan rumah Kusmana di Jalan Kebagusan II. Mereka ingin memuaskan rasa ingin tahunya akan markas Satria Piningit yang diduga sebagai aliran sesat yang salah satu ritualnya adalah berhubungan intim secara massal. Namun massa tak diizinkan masuk rumah tersebut. Kabar yang beredar, aliran ini juga mengizinkan para pengikutnya bertukar pasangan.

Eko, mantan pengikut Agus, membenarkan bahwa salah satu ritual di Satria Piningit adalah berhubungan badan secara massal. Menurut Eko, sebagian pengikut Satria Piningit adalah pasangan suami-istri.

Terhadap pasangan-pasangan ini, Agus pernah meminta mereka berhubungan intim pada waktu yang bersamaan di ruang pertemuan atau aula. Agus mengatakan berhubungan intim massal bagian dari ajaran Satria Piningit. “Setahu saya sudah dua kali, tapi tidak ada tukar pasangan,” ujar Eko.

Eko menambahkan, terakhir, pengikut Satria Piningit terdiri atas 14 laki-laki, sembilan perempuan, dan 10 anak-anak. Lima di antaranya keluarga pemilik rumah yakni, Kusmana, Yanto, Eko, Ratna dan salah seorang famili lagi. Selebihnya berasal dari luar Kebagusan. Eko juga mengatakan para bocah itu dibawa orangtuanya yang mengikuti kegiatan di markas Satria Piningit. Para bocah tersebut tidak diikutsertakan di ritual berhubungan badan massal.

Suasana rumah keluarga Koeswana di RT 10/06, Kelurahan Kebagusan itu kemarin dikerumuni ratusan warga sekitar dan para pendatang yang ingin menyaksikan dari dekat setelah aliran sesat itu disiarkan media cetak maupun media elektronik. “Kami lega baru sekarang aliaran sesat itu bisa benar-benar dibubarkan. Kami sudah lama protes bahkan sejak tahun pertama muncul sekitar tahun 2002-2003” ujar Hj Titin (37), seorang warga terdekat.

Titin, wanita asal Wonogiri, Jateng yang juga pengusaha salon kecantikan itu mengaku sering mendapat order potong rambut para pengikut aliran tersebut. “Pak Agus Solichin pernah minta digunduli rambutnya sama saya” ujar ibu dua anak itu. Warga yang sebenarnya sudah dibuat resah hanya sebatas bisa mengeluh saja.

“Sepertinya Pak Agus mempunyai kekuatan hipnotis yang kuat. Warga yang tadinya kesal setelah orang itu datang jadi adem lagi” katanya lagi.

Sebelum beraktifitas di Kebagusan, Agus melakukan kegiatan serupa di Pulo Mas, Jakarta Timur, kemudian pindah ke Bekasi Timur dan terakhir di Jalan Kebagusan II. Ritual biasanya dilakukan pada tengah malam.
◄ Newer Post Older Post ►