Senin, 09 Juli 2012

Tingkat Kejeraan Tikus Hama terhadap Rodentisida


Pertanian merupakan sektor komoditas utama di Indonesia. Negara yang terdiri dari kepulauan dengan lahan yang luas adalah faktor yang mendukung Indonesia untuk menjadi negara yang berbasis pertanian. Pertanian secara sempit terdiri atas pertanian pada subsektor tanamanan pangan dan hortikultura serta perkebunan.

Pertanian pangan dan hortikultura adalah pertanian yang menghasilkan kebutuhan pokok makanan untuk manusia. Sedangkan pertanian perkebunan menghasilkan tanaman tahunan yang dapat menambah devisa negara serta untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Pada semua subsektor pertanian tersebut banyak kendala yang dihadapi seperti keadaan cuaca atau iklim yang tidak menentu, ketersediaan air, dan yang paling mengganggu adalah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Organisme pengganggu tanaman ini dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis terhadap petani maupun masyarakat.
Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman.

Tikus sawah merupakan salah satu hama utama padi yang dapat menimbulkan kerusakan di seluruh bagian tanaman padi pada berbagai stadia pertumbuhan. Tikus pohon biasanya hidup di perkebunan, pekarangan, dan persawahan sedangkan tikus rumah biasanya hidup di permukiman manusia, rumah, dan gudang. Pada saat ini tikus pohon dan tikus rumah dapat menyebabkan kerusakan di permukaan maupun di areal perkebunan. Hal ini disebabkan banyaknya areal perkebunan yang tidak jauh dari tempat permukiman manusia dan tidak tersedianya pakan yang cukup untuk tikus disalah satu habitat tersebut.

Tikus pohon dan tikus rumah dapat menyebabkan kerusakan pada bahan pangan yang disimpan di rumah seperti jagung, gandum, gabah, dan beras. Selain itu tikus pohon dan tikus rumah juga dapat menyebabkan kerusakan pada bahan bangunan karena sifat mengeratnya, kemampuannya menurunkan produksi pertanian dan menyebarkan penyakit pada manusia. Berdasarkan hal tersebut tikus sering dipandang oleh manusia sebagai hewan yang memiliki efek negatif dalam ekosistem (Dickman 1988).

Pengendalian tikus dapat dikelompokkan ke dalam beberapa metode pengendalian antara lain: pengendalian secara kultur teknis, fisik mekanis, biologi, dan kimia. Pengendalian secara fisik mekanis bertujuan untuk mengubah faktor lingkungan fisik menjadi di atas atau di bawah toleransi tikus secara langsung dengan menggunakan tangan atau dengan bantuan alat. Pengendalian kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan racun, baik yang bersifat akut maupun kronis (Priyambodo 2003).

Rodentisida sintetik yang diberikan pada tikus menunjukkan daya bunuh yang efektif serta memberikan hasil kematian tikus yang nyata meskipun penggunaan rodentisida sintetik tidak ramah terhadap lingkungan.Alternatif dari rodentisida sintesis adalah rodentisida nabati yang termasuk pestisida organik atau pestisida nabati, yaitu merupakan bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang biasa digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman.

Sifat tikus yang mudah curiga terhadap setiap benda yang ditemuinya, termasuk pakannya, disebut dengan neo-phobia. Adapun sifat tikus yang enggan memakan umpan beracun yang diberikan karena tidak melalui umpan pendahuluan disebut dengan jera umpan (bait-shyness) atau jera racun (poison shyness) (Priyambodo 2003).

Panca indera tikus sangat tajam, namun matanya rabun, untuk sifat “Jera Umpan dan Jera Racun” terhadap beberapa jenis rodentisida jenis akut dan kronis serta “Neophobia” atau mudah curiga untuk beberapa jenis umpan dan perangkap. “Neophobia” adalah menghindari benda yang tidak dikenali, termasuk bau, rasa, suara, dan makanan asing yang ada disekitarnya. Sifat neophobia berbeda antara setiap spesies tikus, variasi dari respon tikus berbeda dan mempunyai rangsangan yang unik.

Kegagalan pada aplikasi rodentisida di lapang, yang mana tidak sesuai pada resistensi fisiologi, tetapi resistensi perilaku (neophobia) dan kondisi keengganan terhadap rodentisida. Perlilaku bseperti itu dapat membantu tikus untuk menghindari mengkonsumsi dosis yang mematikan dari rodentisida (Priyambodo 2002).

Sampai saat ini semakin banyak pengendalian secara kimia dengan menggunakan rodentisida sintetik yang tidak sesuai aturan pakai, menyebabkan tikus tersebut lebih jera umpan (bait-shyness) dan jera racun (poison shyness), karena sifat tikus yang mudah curiga. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian tentang tingkat kejeraan umpan (beras dan gabah) dan kejeraaan racun dari tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap beberapa rodentisida sintetis dan rodentisida nabati serta mencari faktor penyebab dari tingkat kejeraan umpan dan racun tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menghitung tingkat kejeraan tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap rodentisida (akut, kronis, dan nabati) yang sering diaplikasikan di lapangan dan permukiman, dan terhadap umpan dasar (gabah dan beras), serta mengetahui faktor yang menyebabkan tingkat kejeraan tersebut. (Minkhaya Silviana Putri)
◄ Newer Post Older Post ►