Rabu, 18 Juli 2012

Tinjauan Pustaka Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba)

Tinjauan Pustakan Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba)


Kayu jabon yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu yang berasal dari hutan rakyat di daerah Sindang Barang, Cianjur, Jawa Barat. Umur pohon pada saat ditebang sekitar 6 tahun, dengan diameter pohon berkisar antara 38-41 cm. Balok kayu digergaji menjadi lembaran-lembaran papan panel dengan ukuran ketebalan yang disesuaikan dengan penggunaan tebal lamina sekitar ± 1,5-3,5 cm.


Menurut Sadiyo et al (2003) terdapat banyak sifat yang berhubungan dengan fisis kayu, diantaranya kerapatan atau berat jenis, kadar air, penyusutan dan penampilan atau penampakan (corak dan rupa). Sifat fisis ini merupakan sifat penting karena banyak berhubungan dengan kegiatan pengerjaan atau pertukangan kayu. Berat jenis kayu dipengaruhi oleh jenis, letak kayu dalam batang, dan tempat tumbuh. Semakin tinggi berat jenis kayu, semakin berat, kuat, keras, dan sukar dikerjakan. Dengan demikian, berat jenis kayu mempunyai kaitan langsung dengan kekuatan, kekerasan dan sifat pengerjaan dari kayu tersebut.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kerapatan dan kadar air kayu jabon rata-rata 0,40 g/cm3 dengan rata-rata kadar air kayunya 17%. Menurut Hadjib dan Abdurachman (2009) kerapatan kayu jabon rata-rata 0,55 g/cm3 dengan kadar air rata-rata 16%. Secara umum nilai kerapatan tersebut sesuai dengan kisaran kerapatan untuk kayu jabon yang dikemukakan oleh Mandang dan Pandit (1997) yaitu berkisar antara 0,29 g/cm3 sampai 0,56 g/cm3 dengan rata-rata 0,42 g/cm3.

Sifat fisis lain yang perlu diperhitungkan dalam praktek adalah sifat penyusutan kayu ketika terjadi perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat (TJS). Hasil pengujian menunjukkan bahwa perubahan panjang atau susut kayu jabon adalah sebagai berikut susut arah tangensial sebesar 2,870%; susut arah radial 1,975%; dan susut arah longitudinal sebesar 0,452%.

Angka penyusutan pada arah tangensial umumnya lebih besar dibandingkan dengan arah radial dan penyusutan terkecil pada arah longitudinal. Penyusutan bidang tangensial lebih besar dari radial ini dikarenakan oleh susunan jari-jari yang memanjang kearah radial, akibatnya penyusutan pada bidang radial tertahan. Penyebab lainnya adalah tipisnya dinding sel dan jumlah noktah yang lebih banyak pada bidang radial (Brown et al. 1952). Menurut Haygreen & Bowyer (1996), pengembangan dan penyusutan kayu besarnya tidak sama pada masing-masing arah sumbu utama kayu. Nilai pengembangan dan penyusutan terbesar terjadi pada bidang tangensial selanjutnya radial dan longitudinal. Angka penyusutan pada arah radial dan tangensial beberapa jenis kayu Indonesia dari basah sampai kering mutlak masing-masing sekitar 2,5-6,7% dan 5,2-11,6% (Karnasudirdja 1983) dalam (Barly 2007).

Dari hasil pengujian yang dilakukan beberapa peneliti menunjukkan bahwa sifat fisis dari kayu jabon sangat beragam. Perbedaan nilai yang diperoleh dari penelitian oleh penulis dan peneliti lainnya disebabkan oleh karena beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu: kondisi alam lokasi tanam seperti cuaca dan jenis tanah tempat pohon tumbuh, sistem tanam dan perawatan masa pertumbuhan, dan kualitas bibit.
◄ Newer Post Older Post ►