Jumat, 06 Juli 2012

Segelas Susu yang Mengubah Dunia

Dulu tubuhku kecil, pendek dan kurus…
“Kamu ini mirip seperti mayat hidup!” kata teman-temanku menertawakanku. Aku memang berasal dari keluarga miskin, tunjangan susu anak yang diberikan perusahaan tempat ayahku bekerja hanya Rp. 5.000 per bulan saat itu. Tentu saja tidak cukup untuk membeli sekotak susu bubuk untuk satu bulan. Terkadang ibuku mengeluh mengenai hal ini, namun ia tetap berusaha keras membantu ayah mencari nafkah.

“Apapun yang Terjadi, Kamu Harus Tetap Minum Susu!”

Miskin

“Apapun yang terjadi, kamu harus tetap minum susu, nak supaya kamu tumbuh kuat dan cerdas!” kata ibuku sambil menitikkan air mata. Aku tahu betapa beratnya hidup dengan penghasilan ayah yang pas-pasan, namun kami terus berjuang untuk menyambung hidup, hari demi hari bahkan detik demi detik begitu berharga. Beruntung badai perlahan-lahan berlalu, ayahku mendapatkan beasiswa S2 ke Amerika Serikat. Di sana ayah dan ibu bekerja paruh waktu dan kehidupan kami mulai membaik. Harga susu di Amerika juga tergolong sangat murah jika dibandingkan dengan harga susu di Indonesia, di sekolah juga ada program pemerintah: “GRATIS Segelas Susu Setiap Hari”, aku menjadi terbiasa minum susu seperti  minum air. Tubuhku berangsur-angsur berubah menjadi kuat, besar dan tegap! Suatu perubahan yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.
Ketika aku masih kecil, aku benar-benar terinspirasi dengan kisah masa kecil Thomas Alva Edison. Ia juga sama sepertiku, kurus, sakit-sakitan dan juga tidak cerdas. Bahkan guru TK Thomas menjulukinya sebagai anak yang idiot! Namun ibunya percaya bahwa dengan cinta kasih sang ibu, kesabaran serta segelas susu setiap hari anaknya, Thomas, bisa berubah menjadi pemuda yang tangguh dan brilian! Kini perusahaan yang ia dirikan, General Electric, merupakan perusahaan terbesar di dunia yang tidak hanya memproduksi lampu, namun juga pesawat terbang serta pembangkit listrik panas bumi. “Apakah kisah segelas susu yang mengubah ini bisa terjadi padaku juga?” tanyaku dalam hati saat itu
Perjalanan Mengubah Dunia

Susu
Seorang bijak berkata, “Perjalanan mengubah dunia berawal dari segelas susu…” Peran susu dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) sangatlah krusial. Amerika Serikat sendiri menggelontorkan dana riset milyaran dollar untuk penemuan-penemuan di bidang invetasi susu. Hal ini pula yang menjadi latar belakang peraih hadiah nobel dunia, 50%-nya berasal dari Amerika Serikat! Lantas bagaimana dengan di Indonesia? Apa sebenarnya yang menjadi akar permasalahan kesehatan ibu? Apa korelasi kesehatan ibu dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang merosot ke peringkat 124, jauh tertinggal dari negara terdekat Singapura (26), Brunei (33), Malaysia (61) dan Filipina (112)? Bagaimana kita menyikapinya? Artikel VOA menyebutkan bahwa “Banyak Kasus Kematian Ibu Melahirkan Bisa Dicegah.” Bagaimana cara mencegahnya? Mari kita simak ulasan berikut:
Ketika Nyawa Ibu di Indonesia Tidak Lagi Berharga…
Kita tentu masih ingat lagu Kasih Ibu yang begitu indah kita nyanyikan ketika masih anak-anak. Kasih ibu memang tak terhingga namun nasibnya sungguh tragis. Data United Nations Development Programme (UNDP) menyebutkan bahwa dari 5.000.000 kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan.Rasio kematian ibu melahirkan di Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN, yaitu 1 dari 65. Rasio ini sangat jauh tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga, Thailand, yang hanya memiliki rasio ibu meninggal 1 dari 1.100. Itu berarti setiap tahunnya di Indonesia ada 20.000 anak piatu yang terlahir tanpa pernah merasakan air susu ibu serta kasih sayang ibu kandungnya. Apakah yang menjadi penyebab tingginya AKI di Indonesia?
1. Pendidikan Ibu Sangat Vital Bagi Kesehatan Anak

Penyerapan informasi yang beragam dan berbeda sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seorang ibu. Latar pendendidikan formal serta informal akan sangat berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan para ibu mulai dari segi pikiran, perasaan maupun tindakannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu, maka akan semakin tinggi pula kemampuan dasar yang dimiliki ibu dalam merawat anaknya mulai dari proses kehamilan hingga pemberian Air Susu Ibu (ASI). Tingkat pendidikan dapat mendasari sikap seorang ibu dalam menyerap dan mengubah sistem informasi tentang ASI. Dimana ASI merupakan makanan utama dan terbaik untuk bayi usia 0-2 tahun.

2. Lebih dari 33% Ibu di Indonesia Tidak Tamat SD

Angka Kematian Ibu yang begitu tinggi salah satunya karena tingkat pendidikan para ibu di Indonesia yang masih sangat rendah. Jika kita melihat dari jenjang pendidikan, data Badan Pusat Statistik tahun 2010 menyatakan bahwa mayoritas ibu di Indonesia tidak memiliki ijazah SD, yakni sebesar 33,34 persen. Selanjutnya sebanyak 30,16% ibu hanya memiliki ijazah SD atau sederajat. Dan hanya terdapat 16,78% ibu yang berpendidikan setara SMA. Hanya 7,07% ibu yang berpendidikan perguruan tinggi. Hmm… pantas saja tingkat kematian ibu serta gizi bayi di Indonesia begitu buruk. Mau tidak mau cara paling struktural untuk membenahi kesehatan para ibu dan anaknya adalah dengan memberi mereka pendidikan yang layak terlebih dahulu. Bagaimana mungkin seorang ibu bisa mengetahui nutrisi yang mereka butuhkan selama masa kehamilan jika sama sekali tak pernah mendengar nama asam folat dan kolin? Padahal keduanya sangat vital pada masa kehamilan sang ibu. Tentunya pelajaran Biologi dan Kimia di sekolah perlu lebih mengedepankan nilai-nilai yang mempersiapkan calon-calon ibu di masa depan dengan mantap.
3. TV Memiliki Peran Kunci Mencerdaskan Para Ibu

Televisi merupakan tontonan favorit para ibu mulai dari kota besar hingga desa terpencil. Program TV belakangan ini banyak dicerca masyrakat karena hanya memberikan program hiburan hura-hura serta sinetron tak bermutu. Padahal jika para pemiliki stasiun TV mau lebih arif dan memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi, TV bisa memilki peran kunci dalam mencerdaskan para ibu. Ada baiknya Kementrian Kesehatan bersama sektor swasta memberikan program-program TV yang edukatif untuk para ibu mengenai nutrisi, pentingnya ASI eksklusif, serta kesehatan ibu dan anak. Pendidikan yang edukatif ini tentu bisa pula dikemas dalam bentuk sinetron berkualitas sehingga akan ditonton terus oleh para ibu setiap hari. Apakah ada pihak stasiun TV yang tergerak hatinya untuk mencerdaskan pengetahuan para ibu? Semoga…

4. Minimnya Tenaga Bidan & Dokter di Daerah

Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia, Harni Koesno, mengakui bahwa bidan tidak bisa menjangkau seluruh ibu di daerah, utamanya di daerah terpencil. Karenanya, tidak heran jika ada persalinan yang hanya ditangani oleh dukun bayi. Saat ini jumlah bidan baru sekitar 200 ribu. Itupun sebagian besar ada di Jawa dan Sumatra. Sedangkan total dukun bayi di Indonesia saat ini mencapai 114.290. Tentunya akan sangat masif jika Sekolah Kebidanan mau memberikan pelatihan serta kemitraan dengan para dukun bayi agar bisa menggantikan sementara peran para bidan. Kabar baiknya, saat ini sudah ada 70.783 dukun bayi yang mau bermitra dengan bidan. Ke depannya diharapkan banyak pihak swasta yang mau terlibat membangun sekolah-sekolah kebidanan di daerah-daerah terpencil. Selain membuka lapangan kerja yang lebih luas, tentunya hal ini akan secara masif meningkatkan kesehatan ibu hamil dan menyusui. Siapa yang tertarik? Mari kita bangun sekolah kebidanan dengan biaya terjangkau di seluruh pelosok Indonesia.
5. Jampersal Bisa Menjadi Bagian dari Solusi

Jaminan Persalinan (Jampersal) bisa menyelamatkan nyawa banyak ibu di Indonesia. Tahun 2012 ini pemerintah menganggarkan Rp 922,7 miliar untuk 2,8 juta ibu. Dengan Jampersal, maka proses persalinan dan setelah melahirkan menjadi lebih terpantau sehingga mengurangi resiko ibu meninggal. Jampersal bisa memberikan pelayanan cuma-cuma bagi ibu melahirkan lengkap dengan pelayanan pemeriksaan kehamilan (ANC) dan pelayanan kesehatan pasca melahirkan. Ini merupakan solusi yang cukup efektif untuk masa mendatang bagi para ibu. Jampersal diharapkab bisa menjadi bagian dari solusi kesehatan ibu dan anak.
6. Kota Solo Mencatat Prestasi Mengagumkan Kesehatan Ibu dan Anak

Tak habis rasanya decak kagum yang kita berikan kepada Walikota Solo, Joko Widodo. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Republik Indonesia, ratusan ibu lulus sekolah kehamilan.Selama sekolah khusus ibu hamil, para bunda tidak hanya diajarkan secara teori menjaga kehamilan saja, namun juga pasca kelahiran. Para bunda diberitahu juga secara praktek cara bagaimana menjaga kondisi tubuh menjelang atau sesudah kelahiran, senam hamil, proses persalinan, cara memberikan ASI ekslusif bagi bayi, menjaga asupan gizi ibu menyusui maupun bayi, serta cara menyusui bayi yang benar. Tentu semua ini merupakan ilmu yang sangat penting dan berharga yang wajib diketahui oleh para ibu hamil. Pelatihan ibu hamil ini sangat perlu untuk diadakan di kota-kota lain. Tentunya jika ada donatur yang bersedia membantu, pelatihan seperti ini bisa dibuatkan juga dalam bentuk multimedia, aplikasi handphone, online learning serta video pembelajarannya. Dengan bekal yang memadai nantinya para ibu hamil akan jauh lebih siap menghadapi kelahiran anaknya.

7. Satu dari Sepuluh Kehamilan Ternyata Tidak Diinginkan

Survei membuktikan bahwa 1 dari 10 kehamilan yang terjadi sebenarnya tidak diinginkan oleh sang ibu. Oleh karena itu, BKKBN dan TNI telah menjalin kerjasama untuk mensosialisasikan pentingnya alat kontrasepsi. Saat ini secara nasional rasio ketersediaam alat kontrasepsi hanya 61,7%. Sulit sekali mendapatkan alat kontrasepsi di daerah terpencil. Bahkan banyak masyarakat daerah yang belum pernah mendengar sama sekali apa itu alat kontrasepsi. Banyak pula terjadi di daerah bahwa gadis muda yang baru berusia 17-18 tahun sudah harus menanggung beban tanggung jawab yang sangat serius sebagai seorang ibu. Menjadi seorang ibu perlu persiapan, pengetahuan serta kesiapan mental yang matang oleh karena itu sangat penting para wanita tidak menikah di usia yang terlalu muda.

8. Target MDG 2015 Mustahil Tercapai Jika Kita Tak Berperan Serta!

Pada survei tahun 2007, angka kematian ibu mencapai 228 per 100 ribu. Artinya, dalam 100 ribu ibu terdapat 228 ibu yang meninggal dunia karena melahirkan. Padahal target Millenium Development Goals (MDG) tahun 2015 adalah 102 per 100 ribu. Salah satu target MDG untuk 2015 adalah mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses melahirkan 1990-2015. Target MDG untuk menurunkan rasio AKI menjadi 102 setiap 100.000 kelahiran adalah hal yang mustahil! Sungguh menyedihkan jika kita melihat data 5 tahun terakhir yang menyatakan bahwa AKI 5 tahun terakhir tidak mengalami peningkatan sama sekali! Kementrian Kesehatan melansir data survei bahwa pada tahun 2007 lalu AKI berada di angka 228, di tahun 2008 AKI sempat turun tipis menjadi 226 namun ternyata padatahun 2010 kemarin angka kematian ibu justru merosot jauh ke angka 390! Slamet Riyadi Yuwono, Direktur Jendral Nutrisi dan Kesehatan Ibu & Anak mengakui bahwa penurunan AKI sangat lamban dan di luar target yang seharusnya. Beliau mengakui target AKI 102 mustahil tercapai. Lantas di mana pemerintah selama ini? Di mana negara? Betapa murahnya nyawa seorang ibu di negeri ini? Apakah lantas kita sebagai warga negara berdiam diri? Jika tidak ada ibu di dunia ini maka kita tidak akan lahir. Marilah menjadi bagian dari solusi kesehatan ibu, mari kita bergerak bersama!
Perbaikan Kesehatan Ibu Mengantar Cina Menjadi Kekuatan Ekonomi Nomor 2 di Dunia


Sepuluh tahun yang lalu, Cina hanyalah negara miskin dan terbelakang dan hal pertama yang dilakukan oleh pemerintah Cina untuk mengatasi hal ini adalah dengan memprioritaskan kesehatan ibu dan anak. Ibu adalah pilar penting dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Di saat seorang ayah harus bekerja dari pagi hingga malam hari, hanya sang ibulah yang ada di sisi sang anak pada masa awal-awal pertumbuhannya. Ibu yang tidak memiliki pengetahuan dan pendidikan yang baik pada akhirnya hanya akan membesarkan anak secara serampangan. Jauh sebelum pemerintah Cina membangun kereta supercepat, bendungan superbesar serta jembatan superpanjang, mereka terlebih dahulu menginvestasikan dana milyaran yuan untuk pendidikan dan kesehatan para ibu! Kini kesehatan ibu di Cina telah berhasil menunjukkan hasil yang sangat signifikan dalam 10 tahun terakhir.

Angka Kematian Ibu di Cina hanya 26 dari 100.000!

Sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunia, 1,3 milyar penduduk, Cina mencatat sejarah emas. Angka kematian ibu ditekan drastis hingga 26 setiap 100.000 persalinan. Menteri Kesehatan Cina, Chen Zhu, mengakui bahwa Cina sudah mencapai sasaran MDG jauh sebelum tahun 2015. Hasil-hasil yang telah dicapai Cina telah berhasil mendapatkan ratusan penghargaan di tingkat dunia. Seharusnya Indonesia yang hanya memiliki jumlah seperenam dari penduduk Cina malu! Jauh sebelum Indonesia membangun jembatan Suramadu dan jembatan Selat Sunda, harusnya pemerintah menginvestasikan dulu dana ratusan triliun untuk pendidikan dan kesehatan ibu. Pantaslah jika pertengahan tahun 2011 lalu seperti kita ketahui bersama, Cina resmi menyodok Jepang sebagai kekuatan ekonomi nomor 2 di dunia. Cina adalah bukti nyata bahwa kesehatan ibu adalah kunci kemakmuran suatu negara!
 
◄ Newer Post Older Post ►