Muhammad Ponari, (10) dukun cilik asal Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Jombang, dengan batu ajaibnya diyakini mampu menyembuhkan berbagai penyakit. Namun ada tugas yang lebih berat, yakni menyumbat semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo.
Mengenai tugas berat itu, setidaknya diungkapkan oleh Senen, 65, kakek Ponari. Ditemui Surya di lokasi praktik pengobatan Ponari, Senen mengungkapkan tugas utama Ponari dengan batu ajaibnya sebenarnya bukan menyembuhkan orang sakit, tetapi menghentikan semburan lumpur Lapindo.
“Menyembuhkan orang sakit itu hanya tugas sampingan saja,” tutur Senen, Selasa (3/2).
Senen berkisah, informasi tentang tugas utama menghentikan semburan lumpur Lapindo itu diperoleh dari Ponari sendiri beberapa hari setelah menemukan batu ajaib berbentuk kepala belut sebesar kepalan tangan tersebut, sekitar dua pekan lalu.
Ponari, kata Senen, mengaku dalam mimpinya seolah mendapat perintah untuk menghentikan lumpur Lapindo dengan batu ajaibnya itu. Senen bahkan mengatakan bahwa Minggu (1/2) malam lalu Ponari juga kedatangan tamu dari Lapindo yang berjumlah enam orang.
“Mereka minta izin akan membawa Ponari ke Sidoarjo untuk tugas menghentikan semburan lumpur Lapindo,” kata Senen, sembari menambahkan bahwa keenam orang itu memakai baju bertuliskan BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo).
Dalam pertemuan itu, kata Senen, pihak BPLS berjanji, jika diizinkan membawa Ponari ke Sidoarjo dan berhasil menghentikan semburan lumpur panas Lapindo, maka permintaan keluarga Ponari secara materi akan dipenuhi.
“Mereka bilang, kalau kami minta 10 akan diberi 12,” imbuh Senen. Namun Senen mengaku belum bisa melepaskan Ponari, karena batu ajaib itu masih dimanfaatkan untuk kesembuhan orang banyak.
Tapi di luar alasan itu, Senen kepada Surya mengaku ragu-ragu untuk melepas Ponari dibawa ke Sidoarjo, karena pihak Lapindo saat itu tidak menyebut angka rupiah yang pasti.
Bagi Senen, imbalan itu sebagai sesuatu yang wajar, karena jika batu ajaib itu sudah digunakan menutup semburan lumpur Lapindo, otomatis batu tersebut lepas dari tangan Ponari. “Padahal batu itu sangat bermanfaat untuk menyembuhkan banyak orang,” imbuh Senen.
Disinggung mengapa Senen tidak menyebutkan saja jumlah imbalan yang diminta, secara tegas Senen menyatakan hal itu tidak bisa diucapkan karena bisa dinilai tidak baik.
Senen juga berkisah, batu ajaib itu sebenarnya berasal dari ular di kawasan lumpur Lapindo yang terusir dari sana. “Jadi, untuk menutup semburan lumpur, batu itu harus dikembalikan ke sana,” jelasnya.
Menurut Senen, Ponari juga tak akan ke Sidoarjo jika tak disetujui keluarga. Ponari pernah bilang akan berangkat ke Sidoarjo jika disetujui, bahkan jika perlu diantar Bupati Jombang Drs H Suyanto.
Di sela-sela aktivitasnya mengobati ratusan warga, Ponari membenarkan dirinya memang memiliki tugas utama menghentikan semburan lumpur Lapindo. Ditanya kapan penutupan semburan lumpur akan dilakukan, Ponari hanya menjawa hari Kamis. Tapi tidak dijelaskan Kamis tanggal berapa. “Nek wis tak tutup, terus mulih (Begitu sudah tertutup semburannya, saya lalu pulang),” katanya.
Sementara itu, pengobatan terhadap ribuan warga pada Selasa (3/2) lalu berlangsung lancar. Pasien datang dengan membawa tiket, dipersilakan antre di luar area rumah Ponari, yang dibatasi pagar bambu serta dijaga ‘panitia’ dan polisi.
Selanjutnya, setiap 75 orang secara bergiliran diminta masuk halaman rumah dan duduk di kursi yang disediakan, sembari membawa air putih dalam gelas atau tempat lain.
Selanjutnya, Ponari dengan digendong di punggung kerabatnya, berkeliling ke puluhan warga yang membawa gelas berisi air itu. Sembari berkeliling, tanpa melihat ke pasien, tangan kanan Ponari yang memegang batu, dibantu kerabatnya, dicelupkan ke dalam gelas-gelas berisi air putih satu demi satu. Sementara tangan kiri Ponari justru asyik bermain games via ponselnya.
Dalam kesehariannya, Ponari tidak suka difoto, terutama dari jarak dekat. Surya yang mencoba mengambil gambar Ponari dengan kamera dari jarak cukup dekat saat dia melakukan pengobatan, sempat digigit di bagian lengan hingga membekas. “Kapok koen tak cokot! (Rasain kamu saya gigit),” kata Ponari sembari tertawa.
Tutup 4 Hari
Sementara itu, praktik pengobatan Ponari kembali dihentikan sementara. Penghentian sementara akan berlangsung empat hari mulai Kamis (5/2) hingga Minggu (8/2) mendatang. Penutupan sementara itu untuk memberi kesempatan dilakukannya perbaikan jalan yang masih berupa tanah di sekitar rumah Ponari.
Rencananya, jalan-jalan kecil sepanjang sekitar 200 meter dan merupakan akses masuk ke rumah Ponari itu akan diberi lapisan paving stones, sehingga tidak becek jika hujan.
Penghentian sementara praktik Ponari ini adalah untuk kedua kalinya. Sebelumnya, Minggu lalu, juga sempat ditutup karena jalan-jalan tanah sekitar rumah Ponari rusak berat, serta adanya korban jiwa akibat terlalu lama antre berobat.
Setelah jalan diuruk dengan pasir dan kerikil, pengobatan dibuka lagi. Namun karena sering diguyur hujan, dan digunakan sebagai tempat antre pengunjung yang membludak, jalan tersebut rusak lagi, sehingga dipastikan membuat pengunjung kian tak nyaman. “Tampaknya tidak ada alternatif lain kecuali memperbaiki jalan dengan pavingisasi dulu,” kata Mila Nurcahyani, Kades Balongsari.
Biaya pavingisasi, menurut Wanto, salah satu panitia praktik pengobatan Ponari, akan diambil dari dana yang dikumpulkan usaha parkir para pemuda dan warga desa. “Kita tidak minta uang yang masuk ke kotak amal Ponari, melainkan dari penghasilan parkir,” kata Wanto.
Pantuan Surya, kemarin pengunjung lebih banyak dari dua hari sebelumnya. Jika sebelumnya rata-rata pengunjung 5.000-9.000, kemarin diperkirakan mencapai sekitar 15.000 orang. Perkiraan ini karena pada pukul 13.00 WIB, banyak pengunjung tak kebagian tiket masuk. Padahal, panitia desa menyiapkan 10.000 tiket masuk.
Para pengunjung yang tak kebagian tiket banyak yang bertahan hingga pengobatan dinyatakan selesai pukul 16.00 WIB. Bahkan ada yang nekat menginap. Mereka baru berangsur meninggalkan lokasi, ketika panitia berkali-kali mengumumkan pengobatan Ponari untuk sementara diliburkan dalam waktu empat hari hingga hari Minggu mendatang.
Membludaknya pengunjung juga bisa dilihat dari banyaknya sepeda motor dan mobil yang diparkir di jalan-jalan desa. Massa dan kendaraan yang parkir memenuhi radius sekitar satu kilometer dari rumah keluarga Ponari.
Kapolsek Megaluh AKP Sutikno membenarkan ditutupnya kembali praktik Ponari ini. “Ini juga demi kenyamaman pengunjung. Kalau kondisi jalan rusak, becek, pengunjung bisa tersiksa. Lebih-lebih yang datang ke sini adalah orang yang sakit,” jelas Sutikno. lihat sumbernya...