Dari bentuk fisiknya, batu itu merupakan salah satu benda prasejarah semacam beliung yang berfungsi sebagai perkakas atau peralatan manusia pada masa neolithicum. "Kami sangat yakin batu milik adik Ponari itu adalah artefak prasejarah. Memang batu itu agak jarang dan hanya ada dua buah di Pulau Jawa," kata Dr Ali Akbar, arkeolog dari Departemen Arkeologi Universitas Indonesia kepada Tempo, Rabu (18/2).
Menurut Ali Akbar, yang mengamati batu Ponari melalui foto, sebagai beliung pada jaman neolithicum, batu Ponari dibuat pada masa akhir prasejarah sekitar 4.000 tahun yang lalu atau 2.000 tahun Sebelum Masehi. Pada jaman itu bentuk beliung terdiri dari beberapa jenis. Ada yang berbentuk persegi, segitiga, lonjong dan bulat. Alat-alat itu bisa berfungsi sebagai kapak, cangkul atau pahat. Tergantung pada bentuk dan besarnya.
"Nah, batu milik dik Ponari termasuk jenis beliung bulat yang penggunanya disambung dengan kayu sebagai pegangannya. Fungsinya seperti mata pahat jaman sekarang," terang Ali Akbar. Ia menambahkan, batu peninggalan jaman prasejarah semacam itu tidak memiliki kekuatan mistis karena fungsinya hanya sebagai perkakas.
Namun sebagai arkeolog, Ali Akbar juga tidak berani mencegah antusiasme masyarakat meyakini kekuatan benda jaman batu Ponari tersebut. "Kalau soal keyakinan adanya kekuatan pada batu itu, sudah di luar disiplin ilmu kami. Kami tidak bisa mencegah atau menganjurkan. Tapi kami harus mengatakan bahwa batu itu tidak memiliki kekuatan mistis apapun," jelas Akbar.
Tentang cerita ikhwal kemunculan batu saat petir menyambar kemudian mengejar Ponari di saat hujan turun deras, menurut Ali Akbar semakin memperkuat bahwa batu itu benda jaman prasejarah. Benda-benda prasejarah yang terkubur ribuan tahun lamanya sering tersingkap oleh guyuran hujan deras. Saat melakukan ekskavasi (penggalian) benda purbakala, para arkeolog sering terbantu oleh guyuran hujan deras.
"Kalau soal batu yang katanya terus mengejar Ponari, sejauh yang kami teliti baru pernyataan sepihak keluarga dan tidak ada saksi," kata Ali Akbar.