Majelis Ulama Indonesia (MUI) memperbolehkan praktek aborsi atau menggugurkan bayi dalam kandungan dengan sejumlah syarat tertentu. Korban perkosaan dan kondisi kandungan yang membahayakan ibu hamil merupakan, dua di antara sekian ketentuan yang menyebabkan aborsi boleh dilakukan.
Demikian disampaikan Ketua Komisi Fatwa MUI, Ali Mustafa Yaqub, kepada wartawan menjelang ijtima di Perguruan Dinniyah Puteri, Jalan Abdul Hamid Hakim, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, Sabtu (24/1/2009).
Dikatakan, meski diperbolehkan dengan berlandaskan pada ajaran Islam, praktek aborsi itu tidak dapat dilakukan dengan mudah melainkan harus memiliki alasan yang kuat dan meyakinkan.
“Aborsi boleh dilakukan misalnya oleh perempuan Bosnia yang diperkosa oleh para serdadu Amerika. Pada kasus perzinaan aborsi tidak diperbolehkan. Hanya saja bila ada kondisi dan syarat tertentu kandungan hasil perzinaan terpaksa harus digugurkan maka ada ketentuannya,” kata dia.
"Untuk aborsi kasus perzinaan, usia kandungan tidak boleh melebihi 5 pekan. Bila sudah di atas lima pekan kandungan itu sudah memiliki roh dan harus dipelihara,” tukasnya.
Demikian disampaikan Ketua Komisi Fatwa MUI, Ali Mustafa Yaqub, kepada wartawan menjelang ijtima di Perguruan Dinniyah Puteri, Jalan Abdul Hamid Hakim, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, Sabtu (24/1/2009).
Dikatakan, meski diperbolehkan dengan berlandaskan pada ajaran Islam, praktek aborsi itu tidak dapat dilakukan dengan mudah melainkan harus memiliki alasan yang kuat dan meyakinkan.
“Aborsi boleh dilakukan misalnya oleh perempuan Bosnia yang diperkosa oleh para serdadu Amerika. Pada kasus perzinaan aborsi tidak diperbolehkan. Hanya saja bila ada kondisi dan syarat tertentu kandungan hasil perzinaan terpaksa harus digugurkan maka ada ketentuannya,” kata dia.
"Untuk aborsi kasus perzinaan, usia kandungan tidak boleh melebihi 5 pekan. Bila sudah di atas lima pekan kandungan itu sudah memiliki roh dan harus dipelihara,” tukasnya.