LANGKAT-“Beberapa tahun silam, saat itu malam Jumat, saya melihat seekor ular besar. Sangat besar. Matanya saja sebesar piring. Ular itu muncul di balik semak-semak. Sisik ular itu sebesar ibu jari. Masyarakat di sini menyebutnya tuk – tuk ganjang.”
Itulah pengungkapan Wiji yang menetap sekitar 500 meter dari perkebunan karet yang dikenal angker itu. Sementara Syahril, suami Wiji, mengungkapkan, lokasi perkebunan yang terletak di Kampung Sawah, Dusun III, Kelurahan Bukit Kubu, Kecamatan Besitang, Langkat, bekas tempat pembantaian masyarakat Indonesia yang dilakukan oleh tentara Jepang.
“Wajar saja tempat itu begitu angker. Dulu, semasa penjajahan Jepang, banyak masyarakat Indonesia yang menjadi korban keganasannya. Mereka membunuh hidup-hidup warga setempat,” ungkap Syahril.
Ia menyatakan, ulah penjajah Jepang yang memperlakukan masyarakat dan pejuang Indonesia sekeji itu, mengakibatkan arwah bergentayangan. Dan sampai sekarang, sering terdengar jeritan dan teriakan kesakitan dari balik perkebunan. Karena itu pula, masyarakat meyakini ada perkampungan mahluk lain (gaib) yang ada di perkebunan tersebut.
“Di kawasan itu (perkebunan), dihuni oleh berbagai mahluk halus. Mereka juga hidup secara berkelompok, seperti layaknya manusia. Ada yang mengatakan, tempat itu sebagai perkampungan mahluk halus,” ujar Syahril.
Karena begitu terkenal keangkerannya, lanjutnya, masyarakat setempat pun enggan melintas di perkebunan itu, terlebih ketika langit mulai gelap. Tak hanya itu, perkebunan sawit itu pernah dijadikan tempat pemujaan oleh masyarakat yang ingin cepat kaya, dengan cara bersekutu dengan siluman babi (babi ngepet). Namun kini, tempat itu sangat jarang dikunjungi manusia.
“Yang sering menampakkan wujud, mahluk tubuh tinggi besar,” ujar Syahril.
Sementara, selamatnya Ev dari pemerkosaan yang dilakukan 7 remaja brandalan beberapa hari lalu, atas bantuan mahluk gaib yang tidak ingin tempat mereka dikotori oleh ulah manusia.
Itulah pengungkapan Wiji yang menetap sekitar 500 meter dari perkebunan karet yang dikenal angker itu. Sementara Syahril, suami Wiji, mengungkapkan, lokasi perkebunan yang terletak di Kampung Sawah, Dusun III, Kelurahan Bukit Kubu, Kecamatan Besitang, Langkat, bekas tempat pembantaian masyarakat Indonesia yang dilakukan oleh tentara Jepang.
“Wajar saja tempat itu begitu angker. Dulu, semasa penjajahan Jepang, banyak masyarakat Indonesia yang menjadi korban keganasannya. Mereka membunuh hidup-hidup warga setempat,” ungkap Syahril.
Ia menyatakan, ulah penjajah Jepang yang memperlakukan masyarakat dan pejuang Indonesia sekeji itu, mengakibatkan arwah bergentayangan. Dan sampai sekarang, sering terdengar jeritan dan teriakan kesakitan dari balik perkebunan. Karena itu pula, masyarakat meyakini ada perkampungan mahluk lain (gaib) yang ada di perkebunan tersebut.
“Di kawasan itu (perkebunan), dihuni oleh berbagai mahluk halus. Mereka juga hidup secara berkelompok, seperti layaknya manusia. Ada yang mengatakan, tempat itu sebagai perkampungan mahluk halus,” ujar Syahril.
Karena begitu terkenal keangkerannya, lanjutnya, masyarakat setempat pun enggan melintas di perkebunan itu, terlebih ketika langit mulai gelap. Tak hanya itu, perkebunan sawit itu pernah dijadikan tempat pemujaan oleh masyarakat yang ingin cepat kaya, dengan cara bersekutu dengan siluman babi (babi ngepet). Namun kini, tempat itu sangat jarang dikunjungi manusia.
“Yang sering menampakkan wujud, mahluk tubuh tinggi besar,” ujar Syahril.
Sementara, selamatnya Ev dari pemerkosaan yang dilakukan 7 remaja brandalan beberapa hari lalu, atas bantuan mahluk gaib yang tidak ingin tempat mereka dikotori oleh ulah manusia.