Kairo ↔ Pesawat-pesawat tempur milik Israel, Kamis (29/1), kembali mengebom perbatasan Jalur Gaza dan Mesir untuk menghancurkan terowongan bawah tanah. Bahkan, Israel mengaku telah menghancurkan ”pabrik” produksi senjata di suatu lokasi yang disebutkan berada di kota Rafah.
Beberapa saksi mata di Rafah menyebutkan, Israel kali ini menyerang bagian timur Rafah. Selama ini, daerah itu diyakini menjadi semacam ”pusat” terowongan-terowongan untuk menyelundupkan kebutuhan sehari-hari.
Militer Israel mengaku serangan pengeboman ke perbatasan di antara Gaza dan Mesir itu hanya untuk membalas serangan roket dari wilayah Gaza. Kelompok pejuang Palestina di Gaza disebutkan menembakkan roket dua kali dalam sehari ke arah daerah Israel selatan. Kelompok yang menamakan dirinya Brigade Martir Al-Aqsa (cabang dari faksi Fatah pimpinan Presiden Palestina Mahmoud Abbas) mengaku bertanggung jawab atas serangan roket ke wilayah Israel itu.
Akibat pengeboman Israel, sedikitnya 18 warga Palestina—termasuk 11 anak dan wanita hamil—terluka. Kembalinya eskalasi militer Israel di Gaza sejak gencatan senjata sepihak membuat masa depan gencatan senjata tidak menentu. Israel selalu berdalih serangan ke Gaza antara lain untuk menghentikan aksi penyelundupan senjata dari Mesir ke Gaza melalui terowongan bawah tanah itu. Terowongan bawah tanah di perbatasan Gaza dan Mesir yang dikenal sebagai kawasan Philadelphia atau Salahuddin itu kembali beroperasi. Masih banyak terowongan yang lolos dari gempuran pesawat tempur Israel selama agresi 22 hari.
Persoalan terowongan menjadi isu diplomasi yang cukup pelik. Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah George Mitchell seusai bertemu PM Israel Ehud Olmert dan pejabat tinggi Israel lain, Rabu di Jerusalem Barat, menegaskan negosiasi gencatan senjata di Gaza harus didukung dengan imbalan dihentikannya praktik penyelundupan senjata melalui terowongan dan pembukaan Gerbang Rafah sesuai kesepakatan tahun 2005.
Ada indikasi yang ditunjukkan tokoh-tokoh senior di kelompok pejuang Hamas, yaitu keinginan berunding tentang gencatan senjata jangka panjang dengan pihak Israel. Namun, dengan satu syarat, Israel harus membuka semua pintu perbatasan di Gaza. ”Kami juga ingin menjadi bagian dari komunitas internasional. Hamas tak berniat memperparah krisis Gaza atau menantang dunia,” kata pemimpin Hamas, Ghazi Hamad, di perbatasan Gaza-Mesir.
Tak ada niat baik
Presiden Abbas menuding Israel tak menginginkan perdamaian. Ini ditunjukkan dengan konstruksi permukiman Israel di Tepi Barat. ”Dilanjutkannya kolonialisasi dan perluasan permukiman dalam wilayah Palestina jelas menunjukkan Israel tak menginginkan perdamaian,” ujarnya.