Menurut bentuknya akta dapat dibagi menjadi akta otentik dan akta di bawah tangan. Akta otentik adalah akta yag dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan (lihat pasal 165 HIR, 1868 BW, dan 285 Rbg). Akta di bawah tangan ialah akta yang sengaja biuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Dalam versi lainnya dapat dikatakan bahwa Akta otentik adalah akta yang dibuat dan dipersiapkan oleh notaris atau pejabat resmi lainnya (misalnya Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah) untuk kepentingan pihak-pihak dalam kontrak.
Pejabat resmi lainnya atau Pegawai umum yang dimaksud dapat berlaku pada seorang hakim, juru sita pada suatu pengadilan, pegawai catatan sipil, dan sebagainya. Dengan demikian maka suatu akte notaris, suatu surat putusan hakim, suatu surat proses verbal yang dibuat oleh seorang juru sita pengadilan dan suatu surat perkawinan yang dibuat oleh pegawai catatan sipil adalah termasuk ke dalam akte-akte otentik.
Tiga Macam Kekuatan Akta Otentik:
- Membuktikan antara para pihak, bahwa mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akte tadi (kekuatan pembuktian formil);
- Membuktikan antara para pihak yang bersangkutan, bahwa sungguh-sungguh peristiwa yang disebutkan disitu telah terjadi (kekuatan pembuktian materiel atau yang dinamakan kekuatan pembuktian mengikat);
- Membuktikan tidak saja antara para pihak yang bersangkutan tetapi juga terhadap pihak ketiga, bahwa pada tanggal tersebut dalam akte ke dua belah pihak tersebut sudah menghadap di muka pegawai umum (notaris) dan menerangkan apa yang ditulis dalam akte tersebut. Kekuatan yang kedua tersebut itu sebagaimana sudah diuraikan di atas , dinamakan kekuatan mengikat yang pada hakekatnya bertujuan menetapkan kedudukan antara para pihak satu sama lain pada kedudukan yang teruraikan dalam akte. Kekuatan poin ini dinamakan kekuatan pembuktian keluar (artinya ialah terhadap pihak ke-tiga)
AKTA OTENTIK
Yang Dibuat Oleh pegawai umum sesuai dengan perundang-undangan
Yang dibuat Di hadapan pegawai umum yang sesuai dengan perundang-undangan
Ex:
Seorang notaries yang membuat suatu laporan tentang suatu rapat yang dihadirinya dari para pemegang sero dari suatu perseroan terbatas, maka proses verbal itu merupakan suatu akte yang telah dibuat oleh notaries tersebut.
Ex:
Apabila dua orang datang kepada seorang notaries, menerangkan bahwa mereka telah mengadakan suatu perjanjian (misalnya jual-beli, sewa-menyewa dan lain-lain sebagainya) dan meminta kepada notaries tadi supaya tentang perjanjian tersebut dibuatkan suatu akte. Notaries hanya mendengarkan apa yang dikehendaki oleh kedua belah pihak yang menghadap itu dan meletakan perjanjian yang dibuat oleh dua orang tersebut dalam suatu akte.
Akta Otentik Menurut 1868 KUHPerdata
Pergeseran Persepsi Mengenenai Nilai KebenaranYang Terkandung Dalam Suatu Akta Otentik
Suatu surat yang dibuat secara demikian oleh atau di hadapan pegawai umum yang berwenang membuatnya, menjadikan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang yang mendapatkan hak dari padanya, yaitu tentang segala hal, yang tersebut di dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja, tetapi yang tersebut kemudian itu hanya sekedar yang diberitahukan kemudian itu langsung berhubungan dengan pokok dalam akta itu.
Akta Otentik menurut Pasal 285 Rbg:
Yaitu yang dibuat, dengan bentuk yang sesuai dengan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta itu dibuat, merupakan bukti lengkap antara para pihak serta keturunannya dan mereka yang mendapatkan hak tentang apa yang dimuat di dalamnya dan bahkan tentang suatu pernyataan belaka; hal terakhir ini sepanjang pernyataan itu ada hubungan langsung dengan apa yang menjadi pokok akta itu.
Akta mempunyai dua fungsi : fungsi formil (formalitas causa) dan fungsi alat bukti (probationis causa). Formalitas Causa artinya akta berfungsi untuk lengkapnya atau sempurnanya suatu perbuatan hukum, jadi bukan sahnya perbuatan hukum. Dalam konteks ini akta merupakan syarat formil untuk adanya suatu perbuatan hukum. Probationis causa berarti akta mempunyai fungsi sebagai alat bukti, karena sejak awal akta tersebut dibuat dengan sengaja untuk pembuktian dikemudian hari. Sifat tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk akta ini tidak membuat sahnya perjanjian tetapi hanyalah agar dapat digunakan sebagai alat bukti dikemudian hari. Kekuatan pembuktian akta ini dibedakan menjadi tiga macam :
- Kekuatan pembuktian lahir (kekuatan pembuktian yang didasarkan pada keadaan lahir, apa yang tampak pada lahirnya; acta publica probant sese ipsa);
- Kekuatan pembuktian formil (memberikan kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat dan para pihak menyatakan dan melakukan apa yag dimuat dalam akta);
- Kekuatan pembuktian materiiil (memberikan kepastian tentang materi suatu akta).
Secara mendasar, Hukum Acara Perdata mengenal 3 macam surat, yaitu: surat biasa, akta di bawah tangan dan akta otentik. Dibandingkan dengan surat biasa dan akta di bawah tangan, akta otentik merupakan bukti yang cukup atau bukti yang sempurna, artinya bahwa isi fakta tersebut oleh hakim dianggap benar, kecuali apabila diajukan bukti lawan yang kuat. Hal mana berarti bahwa hakim harus mempercayai apa yang tertulis dalam akta tersebut, dengan perkataan lain apa yang termuat dalam akta tersebut harus dianggap benar selama ketidakbenarannya tidak dibuktikan terhadap pihak ketiga.
Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dinyatakan dalam Ordonansi tahun 1867 no 29 yang intinya menyatakan bahwa barang siapa yang terhadapnya diajukan suatu tulisan d bawah tangan, diwajibkan secara tegas mengakui atau menyangkal tanda tangannya; tetapi bagi para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripadanya, cukuplah jika mereka menerangkan tidak mengakui tulisan atau tanda tangan itu sebagai tulisan atau tanda tangan orang yang mereka wakili. Akta di bawah tangan yang diakui isi dan tandatangannya, dalam kekuatan pembuktian hampir sama dengan akta otentik, bedanya terletak pada kekuatan bukti keluar, yang tidak dimiliki oleh akta di bawah tangan. Surat-surat lain selain akta mempunyai nilai pembuktian sebagai bukti bebas.
Dalam peraturan perundang-undangan disebutkan beberapa jenis kontrak yang harus dilakukan melalui akta otentik dan yang cukup dilakukan melalui akta bawah tangan.
Notaris adalah Pejabat Umum yang dimaksud dalam pasal 1868 BW. juncto pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tabun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang memiliki wewenang membuat akta otentik.
Menurut hukum acara perdata, nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada akta otentik adalah sempurna dan mengikat. Artinya apabila akta otentik yang diajukan memenuhi syarat formil dan materiil serta bukti lawan yang dikemukakan tergugat tidak bertentangan, maka pada akta otentik langsung melekat kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Dengan nilai kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat yang melekat pada akta otentik, pada dasarnya dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan alat bukti lain dan dengan sendirinya mencapai batas minimal pembuktian.
Menurut hukum acara pidana, seluruh jenis alat bukti mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas dan batas minimum pembuktiannya harus memenuhi sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah. Hal ini dapat dilihat dalam kasus pemalsuan akta otentik oleh Notaris – PPAT Ujung Pandang. Sebagaimana dalam putusannya, hakim menyatakan bahwa Notaris — PPAT Ujung Pandang sebagai terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan kejahatan pemalsuan akta otentik serta menghukum terdakwa dengan pidana penjara 10 tahun. Keyakinan hakim tersebut, didasarkan pada alat-alat bukti yang sah berupa Akta Jual Beli Nomor 71/ WJ 1980 beserta sertifikat-sertifikatnya, surat pernyataan dari pemilik tanah yang dilegalisasi dikantor Notaris dan keterangan terdakwa. Akibat hukum akta otentik yang memuat keterangan palsu dalam kasus ini. hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. Sebagaimana perjanjian yang tertulis dalam akta jual beli tanah tersebut adalah batal demi hukum, artinya sejak lahirnya perjanjian jual beli tanah itu sudah batal atau tidak berlaku atau dianggap tidak pernah ada. Dengan kata lain sejak awal dibuatnya akta itu sudah tidak mempunyai kekuatan hukum bagi para pihak.
Di dalam KHUPerdata ketentuan mengenai akta diatur dalam Pasal 1867 sampai pasal 1880.
Apabila akta otentik cara pembuatan atau terjadinya akta tersebut dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum (seperti Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatat Sipil), maka untuk akta di bawah tangan cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan saja. Contoh dari akta otentik adalah akta notaris, vonis, surat berita acara sidang, proses perbal penyitaan, surat perkawinan, kelahiran, kematian, dsb, sedangkan akta di bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat perjanjian jual beli dsb.
Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian. Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Akta Otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yatiu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Menurut Pasal 1857 KHUPerdata, jika akta dibawah tangan tanda tangannya diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, maka akta tersebut dapat merupakan alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya.
Dalam Undang-undang No.13 tahun 1985 tentang Bea Meterei disebutkan bahwa terhadap surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata maka dikenakan atas dokumen tersebut bea meterai.
Dengan tiadanya materai dalam suatu surat perjanjian (misalnya perjanjian jual beli) tidak berarti perbuatan hukumnya (perjanjian jual beli) tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat pembuktian. Sedangkan perbuatan hukumnya sendiri tetap sah karena sah atau tidaknya suatu perjanjian itu bukan ada tidaknya materai, tetapi ditentukan oleh Pasal 1320 KUHPerdata.
Bila suatu surat yang dari semula tidak diberi meterei dan akan dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan maka permeteraian dapat dilakukan belakangan.
1867. Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan.
1868. Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.
1869. Suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, baik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak.
1870. Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya.
1871. Akan tetapi suatu akta otentik tidak memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya sebagai penuturan belaka, kecuali bila yang dituturkan itu mempunyai hubungan langsung dengan pokok isi akta.
Jika apa yang termuat dalam akta itu hanya merupakan suatu penuturan belaka yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan pokok isi akta, maka hal itu hanya dapat digunakan sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan.
1872. Jika suatu akta otentik, dalam bentuk apa pun, diduga palsu, maka pelaksanaannya dapat ditangguhkan menurut ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata.
1873. Persetujuan lebih lanjut dalam suatu akta tersendiri, yang bertentangan dengan akta asli hanya memberikan bukti di antara pihak yang turut serta dan para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, dan tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga.
1874. Yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum.
Dengan penandatanganan sebuah tulisan di bawah tangan disamakan pembubuhan suatu cap jempol dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-undang yang menyatakan bahwa pembubuh cap jempol itu dikenal olehnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa si akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pada tulisan tersebut di hadapan pejabat yang bersangkutan.
Pegawai ini harus membuktikan tulisan tersebut.
Dengan undang-undang dapat diadakan aturan-aturan lebih lanjut tentang pernyataan dan pembukuan termaksud.
1874 a. Jika pihak yang berkepentingan menghendaki, di luar hal termaksud dalam alinea kedua pasal yang lalu, pada tulisan-tulisan di bawah tangan yang ditandatangani, dapat juga diberi suatu pernyataan dari seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-undang, yang menyatakan bahwa si penanda tangan tersebut dikenalnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isi akta telah dijelaskan kepada si penanda tangan, dan bahwa setelah itu penandatanganan dilakukan di hadapan pejabat tersebut.
Dalam hal ini berlaku ketentuan alinea ketiga dan keempat dan pasal yang lalu.
1875. Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang-orang yang menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka; ketentuan Pasal 1871 berlaku terhadap tulisan itu.
1876. Barangsiapa dihadapi dengan suatu tulisan di bawah tangan oleh orang yang mengajukan tuntutan terhadapnya, wajib mengakui atau memungkiri tanda tangannya secara tegas, tetapi bagi para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak darinya, cukuplah mereka menerangkan bahwa mereka tidak mengakui tulisan atau tanda tangan itu sebagai tulisan atau tanda tangan orang yang mereka wakili.
1877. Jika seseorang memungkiri tulisan atau tanda tangannya, ataupun jika para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak daripadanya tidak mengakuinya, maka Hakim harus memerintahkan supaya kebenaran tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka Pengadilan.
1878. Perikatan utang sepihak di bawah tangan untuk membayar sejumlah uang tunai atau memberikan barang yang dapat dinilai dengan suatu harga tertentu, harus ditulis seluruhnya dengan tangan si penanda tangan sendiri; setidak-tidaknya, selain tanda tangan, haruslah ditulis dengan tangan si penanda tangan sendiri suatu tanda setuju yang menyebut jumlah uang atau banyaknya barang yang terutang.
Jika hal ini tidak diindahkan, maka bila perikatan dipungkiri, akta yang ditandatangani itu hanya dapat diterima sebagai suatu permulaan pembuktian dengan tulisan.
Ketentuan-ketentuan pasal ini tidak berlaku terhadap surat-surat andil dalam suatu utang obligasi, terhadap perikatan-perikatan utang yang dibuat oleh debitur dalam menjalankan perusahaannya, dan terhadap akta-akta di bawah tangan yang dibubuhi keterangan sebagaimana termaksud dalam Pasal 1874 alinea kedua dan Pasal 1874 a.
1879. Jika jumlah yang disebutkan dalam akta berbeda dari jumlah yang dinyatakan dalam tanda setuju, maka perikatan itu dianggap telah dibuat untuk jumlah yang paling kecil, walaupun akta beserta tanda setuju itu ditulis sendiri dengan tangan orang yang mengingatkan diri, kecuali bila dapat dibuktikan, dalam bagian mana dari keduanya telah terjadi kekeliruan.
1880. Akta di bawah tangan, sejauh tidak dibubuhi pernyataan sebagaimana termaksud dalam pasal 1874 alinea kedua dan dalam Pasal 1874 a, tidak mempunyai kekuatan terhadap pihak ketiga kecuali sejak hari dibubuhi pernyataan oleh seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang dan dibukukan menurut aturan undang-undang atau sejak hari meninggalnya si penanda tangan atau salah seorang penanda tangan; atau sejak hari dibuktikannya adanya akta di bawah tangan itu dari akta-akta yang dibuat oleh pejabat umum; atau sejak hari diakuinya akta di bawah tangan itu secara tertulis oleh pihak ketiga yang dihadapi akta itu.
1881. Daftar dan surat-surat urusan rumah tangga tidak memberikan bukti untuk keuntungan pembuatnya; daftar dan surat itu merupakan bukti terhadap pembuatnya:
dalam hal surat itu menyebutkan dengan tegas suatu pembayaran yang telah diterima;
bila surat-surat itu dengan tegas menyebutkan bahwa catatan yang telah dibuat adalah untuk memperbaiki suatu kekurangan dalam suatu alas hak untuk kepentingan orang yang disebutkan dalam perikatan.
Dalam segala hal lainnya, Hakim akan memperhatikannya sepanjang hal itu dianggap perlu.
1882. Dihapus dengan S. 1827-146.
1883. Selama di tangan seorang kreditur, catatan-catatan yang dibubuhkan pada suatu tanda alas hak harus dipercayai, walaupun catatan-catatan itu tidak ditandatangani dan tidak diberi tanggal, bila apa yang tertulis itu merupakan suatu pembebasan terhadap debitur.
Demikian pula catatan-catatan yang oleh seorang kreditur dibubuhkan pada salinan suatu tanda alas hak atau suatu tanda pembayaran, asalkan salinan atau tanda pembayaran ini masih di tangan kreditur.
1884. Atas biaya sendiri, pemilik suatu tanda alas hak dapat mengajukan permintaan agar tanda alas hak itu diperbarui bila karena lamanya atau suatu alasan lain tulisannya tidak dapat dibaca lagi.
1885. Jika suatu tanda alas hak menjadi kepunyaan bersama beberapa orang, maka masing-masing berhak menuntut supaya tanda alas hak itu disimpan di tempat netral, dan berhak menyuluh membuat suatu salinan atau ikhtisar atas biayanya.
1886. Pada setiap tingkat perkara, masing-masing pihak dapat meminta kepada Hakim, supaya pihak lawannya diperintahkan menyerahkan surat-surat kepunyaan kedua belah pihak yang menyangkut hal yang sedang dipersengketakan dan berada di tangan pihak lawan.
1887. Tongkat-tongkat berkelar yang sesuai dengan pasangannya, jika digunakan di antara orang-orang yang biasa menggunakannya untuk membuktikan penyerahan atau penerimaan barang dalam jual beli secara kecil-kecilan.
1888. Kekuatan pembuktian dengan suatu tulisan terletak pada akta aslinya. Bila akta yang asli ada, maka salinan serta kutipan hanyalah dapat dipercaya sepanjang salinan serta kutipan itu sesuai dengan aslinya yang senantiasa dapat diperintahkan untuk ditunjukkan.
1889. Bila tanda alas hak yang asli yang sudah tidak ada lagi, maka salinannya memberikan bukti, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
salinan pertama (gross) memberikan bukti yang sama dengan akta asli; demikian pula halnya salinan yang dibuat atas perintah Hakim di hadapan kedua belah pihak atau setelah kedua pihak ini dipanggil secara sah sebagaimana juga yang salinan dibuat di hadapan kedua belah pihak dengan persetujuan mereka;
salinan yang dibuat sesudah pengeluaran salinan pertama tanpa perantaraan Hakim atau tanpa persetujuan kedua belah pihak entah oleh Notaris yang di hadapannya akta itu dibuat, atau oleh seorang penggantinya ataupun oleh pegawai yang karena jabatannya menyimpan akta asli (minut) dan berwenang untuk memberikan salinan-salinan, dapat diterima Hakim sebagai bukti sempurna bila akta asli telah hilang;
bila salinan yang dibuat menurut akta asli itu tidak dibuat oleh Notaris yang dihadapannya akta itu telah dibuat, atau oleh seorang penggantinya, atau oleh pegawai umum yang karena jabatannya menyimpan akta asli, maka salinan itu sama sekali tidak dapat dipakai sebagai bukti, melainkan hanya sebagai bukti permulaan tertulis;
salinan otentik dari salinan otentik atau dari akta di bawah tangan, menurut keadaan, dapat memberikan suatu bukti permulaan tertulis.
1890. Penyalinan suatu akta dalam daftar umum hanya dapat memberikan bukti permulaan tertulis.
1891. Akta pengakuan membebaskan seseorang dari kewajiban untuk menunjukkan tanda alas hak yang asli, asal dari akta itu cukup jelas isi alas hak tersebut.
1892. Suatu akta yang menetapkan atau menguatkan suatu perikatan yang terhadapnya dapat diajukan tuntutan untuk pembatalan atau penghapusan berdasarkan undang-undang, hanya mempunyai kekuatan hukum bila akta itu memuat isi pokok perikatan tersebut, alasan-alasan yang menyebabkan dapat dituntut pembatalannya, dan maksud untuk memperbaiki cacat-cacat yang sedianya dapat menjadi dasar tuntutan itu.
Jika tidak ada akta penetapan atau penguatan, maka cukuplah perikatan itu dilaksanakan secara sukarela, setelah saat perikatan itu sedianya dapat ditetapkan atau dikuatkan secara sah.
Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan suatu perikatan secara sukarela dalam bentuk daripada saat yang diharuskan oleh undang-undang, dianggap sebagai suatu pelepasan upaya pembuktian serta tangkisan-tangkisan (eksepsi) yang sedianya dapat diajukan terhadap akta itu; namun hal itu tidak mengurangi hak-hak pihak ketiga.
1893. Seorang pemberi hibah tidak dapat menghapuskan suatu cacat-cacat bentuk penghibah itu dengan membuat suatu akta pembenaran; penghibahan itu, agar sah, harus diulangi dalam bentuk yang ditentuakan oleh undang-undang.
1894. Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan secara sukarela suatu penghibahan oleh ahli waris atau oleh mereka yang mendapatkan hak dari pemberi hibah setelah pemberi hibah ini meninggal, menghapuskan hak mereka untuk mengajukan tuntutan berdasarkan cacat dari bentuk penghibahan itu.