Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Solo membangun paviliun untuk menampung pasien kalangan menengah ke atas. Pengelola RSJ juga mempersilakan caleg yang stres akibat gagal dalam pemilu untuk berobat ke rumah sakit tersebut. Direktur RSJ Solo, Muhammad Sigit, mengaku pembangunan paviliun tersebut dilakukan sebagai bagian dari peningkatan pelayanan rumah sakit tersebut sebagai badan layanan umum daerah (BLUD) yang harus memperluas cakupan layanan, termasuk layanan bagi warga kalangan menengah dan atas.
Paviliun tersebut terdiri dari sembilan kamar, terdiri dari dua kamar kelas VVIP seharga Rp 200 ribu per hari, dua kamar kelas VIP A seharga Rp 150 ribu per hari dan lima kamar VIP B seharga 125 per hari. Semua harga tersebut di luar harga obat. Masing-masing kamar untuk satu pasien.
Sigit mengatakan hanya sebuah kebetulan jika waktu pembangunan bertepatan dengan pelaksanaan Pemilu. Karenanya dia menampik jika paviliun tersebut dibangun sengaja disediakan untuk menampung atau merawat caleg yang mengalami gangguan kejiwaan akibat gagal dalam Pemilu.
"Tapi jika memang nanti ada caleg terganggu kejiwaannya akibat gagal dalam Pemilu, kami siap menampungnya. Karena mereka berasal dari kalangan mampu, pastinya mereka akan memilih dirawat di paviliun itu. Jadi pembangunan paviliun bukan semata-mata untuk caleg yang gagal," ujar Sigit, Jumat (20/3)
Lebih lanjut, Sigit mengatakan tidak tertutup kemungkinan caleg yang gagal terpilih akan mengalami gangguan kejiwaan serius hingga harus dirawat di rumah sakit. Ketatnya persaingan untuk memperebutkan kursi dewan yang terbatas bisa memicu terjadinya goncangan psikis bagi yang gagal terpilih.
Selain itu, lanjut Sigit, KPU terlalu longgar dalam surat pernyataan sehat bagi Caleg. KPU di daerah memang mengijinkan surat keterangan sehat yang merupakan syarat wajib bagi caleg hanya dikeluarkan oleh Puskesmas.
"KPU memperbolehkan caleg memeriksakan kesehatan jasmani dan rohani hanya di Puskesmas. Padahal Puskesmas tidak akan memiliki kemampuan khusus memeriksa kejiwaan seseorang secara mendalam. Bisa jadi caleg yang hanya memeriksakan di Puskesmas ini mengalami gangguan jiwa jika gagal," ujarnya. (tribunbatam.co.id)
Paviliun tersebut terdiri dari sembilan kamar, terdiri dari dua kamar kelas VVIP seharga Rp 200 ribu per hari, dua kamar kelas VIP A seharga Rp 150 ribu per hari dan lima kamar VIP B seharga 125 per hari. Semua harga tersebut di luar harga obat. Masing-masing kamar untuk satu pasien.
Sigit mengatakan hanya sebuah kebetulan jika waktu pembangunan bertepatan dengan pelaksanaan Pemilu. Karenanya dia menampik jika paviliun tersebut dibangun sengaja disediakan untuk menampung atau merawat caleg yang mengalami gangguan kejiwaan akibat gagal dalam Pemilu.
"Tapi jika memang nanti ada caleg terganggu kejiwaannya akibat gagal dalam Pemilu, kami siap menampungnya. Karena mereka berasal dari kalangan mampu, pastinya mereka akan memilih dirawat di paviliun itu. Jadi pembangunan paviliun bukan semata-mata untuk caleg yang gagal," ujar Sigit, Jumat (20/3)
Lebih lanjut, Sigit mengatakan tidak tertutup kemungkinan caleg yang gagal terpilih akan mengalami gangguan kejiwaan serius hingga harus dirawat di rumah sakit. Ketatnya persaingan untuk memperebutkan kursi dewan yang terbatas bisa memicu terjadinya goncangan psikis bagi yang gagal terpilih.
Selain itu, lanjut Sigit, KPU terlalu longgar dalam surat pernyataan sehat bagi Caleg. KPU di daerah memang mengijinkan surat keterangan sehat yang merupakan syarat wajib bagi caleg hanya dikeluarkan oleh Puskesmas.
"KPU memperbolehkan caleg memeriksakan kesehatan jasmani dan rohani hanya di Puskesmas. Padahal Puskesmas tidak akan memiliki kemampuan khusus memeriksa kejiwaan seseorang secara mendalam. Bisa jadi caleg yang hanya memeriksakan di Puskesmas ini mengalami gangguan jiwa jika gagal," ujarnya. (tribunbatam.co.id)