Senin, 08 Agustus 2011

kisah sahabat nabi yang selalu menjadi inspirasi



ABDULLAH BIN ABBAS

“Abdullah bin Abbas adalah pemuda yang dewasa, mempunyai lisan yang selalu bertanya dan akal yang sangat cerdas” (Umar bin Khattab)

 Sungguh sahabat kita yang mulia ini mempunyai kemuliaan dalam segala hal. Tidak ada sedikitpun yang tidak terjamah dengan kemuliaannya. Kemuliaannya yang pertama ialah sebagai seorang sahabat Rasulullah. Meskipun dia dilahirkan jauh hari dari Rasulullah, namun Abdullah bin Abbas masih sempat mendapat kemuliaan untuk menjadi sahabat beliau.

 

Kemuliaan yang kedua ialah hubungan kerabatnya dengan Rasululllah. Abdullah bin Abbas adalah sepupu Rasulullah Saw. Kemuliaannya yang ketiga  adalah keilmuannya yang luas. Abdullah bin Abbas adalah seorang alim dan shalih dari kalangan umat nabi Muhammad. Dia juga merupakan lautan ilmu yang sangat dalam.
Kemuliaan yang lainnya adalah ketakwaanya. Abdullah bin Abbas merupakan orang yang sering puasa di siang hari, sering shalat tahajjud pada malam hari, dan sering beristighfar di waktu pagi menjelang subuh. Abdullah bin Abbas adalah orang yang sangat sering menangis karena takut kepada Allah. Karena seringnya beliau menangis air matanya membekaskan dua garis di pipinya.
Dialah Abdullah bin Abbas, pendidik yang alim dan mengenal Allah dari kalangan umat nabi Muhammad. Dia adalah orang yang paling mengetahui kitab Allah dan paling pandai dalam mentakwilkannya, paling pandai dalam menyelami kandungan-kandungannya, hingga menemukan maksud-maksud serta rahasia-rahasia al-Qur’an.
Abdullah bin Abbas dilahirkan tiga tahun sebelum hijrah. Ketika Rasulullah wafat usianya tidak lebih dari 13 tahun saja.
Meskipun demikian namun Abdullah bin Abbas menghafal 1660 hadis Rasulullah untuk kaum muslimin yang sering diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam dua kitab shahihnya.
Ketika Abdullah bin Abbas dilahirkan, dia dibawa  menuju Rasulullah. Rasulullah memasukkan air liur beliau ke  tenggorokannya dengan tangan beliau. Sehingga yang pertama kali masuk ke dalam perutnya adalah air liur Rasulullah yang berkah dan suci. Bersamaan dengan masuknya air liur tersebut masuk pula takwa dan hikmah ke dalam dirinya.
“Barangsiapa yang diberikan hikmah maka sungguh dia telah diberikan kebaikan yang banyak”
Ketika pemuda dari bani Hasyim itu menginjak dewasa dan mencapai usia baligh, ia selalu mendampingi Rasulullah. Kedekatannya seperti mata yang selalu mengikuti pemiliknya. Abdullah bin Abbas selalu menyiapkan air wudlu untuk Rasulullah ketika beliau hendak wudlu.
Saat Rasulullah shalat, Abdullah bin Abbas shalat di belakang beliau. Ketika Rasulullah bepergian, Abdullah bin Abbas selalu membonceng dibelakang beliau.
Kedekatannya dengan Rasulullah seperti bayangan beliau yang selalu mengikuti kemanapun beliau berjalan dan dimanapun beliau berputar.
Disamping Abdullah bin Abbas selalu mengikuti Rasulullah, Abdullah bin Abbas juga mempunyai hati yang sangat jernih, otak yang cerdas, dan sangat pandai menghafal meskipun tanpa alat penghafal yang canggih seperti sekarang.
Abdullah bin Abbas bercerita tentang dirinya,
Pada suatu ketika Rasulullah ingin berwudlu, dengan sigap aku menyiapkan air wudlu beliau. Rasulullah sangat senang dengan yang aku lakukan.
Ketika beliau hendak shalat, beliau menunjukku untuk shalat di samping beliau. Namun aku berdiri di belakang beliau. Selesai shalat beliau mencondongkan badan beliau ke arahku dan bertanya, “Apa yang menghalangimu untuk shalat di sampingku wahai Abdullah?” Aku menjawab, “Engkau lebih mulia dan lebih terhormat di pandanganku daripada aku berdiri di sampingmu.” Lalu Rasulullah mengangkat kedua tangannya ke langit seraya berdoa, “Ya Allah, berikanlah hikmah kepadanya”
Dan ternyata Allah mengabulkan doa nabi Muhammad Saw.. Allah memberikan hikmah kepada Abdullah bin Abbas melebihi para ahli hikmah lainnya.
Tidak diragukan lagi, pasti anda sangat ingin untuk mendengarkan cerita demi cerita Abdullah bin Abbas. Inilah kisah-kisah yang anda inginkan.
Ketika sahabat Ali bin Abi Thalib berseteru dengan Muawiyah, para sahabat Ali meninggalkan dirinya. Abdullah bin Abbas berkata kepada Ali, “Wahai Amirul Mukminin, izinkanlah aku mendatangi kaummu dan menjelaskan kepada mereka.” Ali bin Abi Thalib menjawab, “Aku sangat mengkhawatirkanmu jika engkau terkena bahaya mereka.” Abdullah bin Abbas berkata, “Sekali-kali tidak mungkin hal itu akan terjadi, jika Allah menghendaki.”
Lalu Abdullah bin Abbas menemui mereka. Ketika melihat mereka ternyata tidak ada satu kaumpun yang lebih giat dalam beribadah melebihi mereka.
Mereka berkata, “Selamat datang wahai Ibnu Abbas! Ada apa engkau datang kemari?” Abdullah bin Abbas berkata, “Aku datang untuk memberikan penjelasan kepada kalian.”
Sebagian mereka menjawab, “Tidak usah kamu menjelaskannya pada kami.” Namun sebagian yang lainnya menjawab, “Jelaskanlah, kami akan mendengarkannya.”
Abdullah bin Abbas berkata, “Apa yang menyebabkan kalian mengingkari sepupu Rasulullah yang sekaligus menantu beliau dan juga orang yang pertama kali beriman pada beliau (Ali)?”
Mereka menjawab, “Kami mengingkari tiga hal darinya.”
Abdullah bin Abbas bertanya, “Apa saja itu?”
Mereka menjawab, “Yang pertama, karena dia menjadikan orang-orang yang berada di dalam agama Allah sebagai hakim[1]. Yang kedua, dia memerangi Aisyah dan Muawiyah, namun tidak mengambil ghanimah (rampasan perang)  dan tawanan perang. Yang ketiga, dia menghapus gelar Amirul Mukminin dari dirinya. Padahal kaum mukminin membaiatnya dan mengangkatnya menjadi pemimpin.”
Abdullah bin Abbas berkata, “Bagaimana jika aku bacakan ayat Al-Qur’an kepada kalian dan aku bacakan hadis Rasulullah yang tidak kalian ingkari. Apakah kalian akan merubah pendirian yang kalian pegang tersebut?”
Mereka menjawab, “Iya!”
Abdullah bin Abbas membacakan firman Allah,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka’bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah Telah memaafkan apa yang Telah lalu. dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.(al-Maidah:95)
Abdullah bin Mas’ud bertanya, “Aku bersumpah kepada kalian dengan nama Allah. Bagaimana tanggapan kalian dengan laki-laki yang menjaga harga diri, darah dan perdamaian di antara mereka dengan seekor kelinci yang harganya tidak lebih dari seperempat dirham. Apakah  menjaga diri, harta, dan perdamaian lebih berhak daripada menjaga kelinci?”
Mereka menjawab, “Yang lebih berhak adalah menjaga darah, diri dan perdamaian di antara mereka. “
Abdullah bin Abbas bertanya, “Sudahkah kalian faham dengan hal ini?”
Mereka menjawab, “Iya.”
Abdullah bin Abbas bertanya, “Jika kalian mengatakan, sesungguhnya Ali berperang namun tidak mengambil tawanan wanita, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah. Apakah kalian menghendaki jika Ali menawan Aisyah, ibu kalian dan menghalalkan kehormatannya (boleh dikumpuli) sebagaimana Rasulullah menawan perempuan lain? Jika kalian menghendaki Ali untuk menawan Aisyah, maka sungguh kalian telah kafir. Namun jika kalian mengatakan bahwa Aisyah bukan ibu kalian, maka sungguh kalian juga kafir, karena Allah Swt.  berfirman,”
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. (al-Ahzâb:6)
Abdullah bin Abbas bertanya, “Sudahkah kalian faham dengan hal ini?”
Mereka menjawab, “Iya.”
Abdullah bin Abbas menjawab, “Sekarang terserah kalian memilih yang mana saja.”
Abdullah bin Abbas berkata, “Adapun perkataan kalian, sesungguhnya Ali menghapus gelar Amirul Mukminin dari dirinya. Alasannya adalah, pada peristiwa perjanjian Hudaibiyyah Rasulullah meminta kaum musyrikin untuk  menulis isi perjanjian itu dengan nama beliau Muhammad Rasulullah, namun mereka enggan dan berkata, “Kalimat ‘Rasulullah’ (Utusan Allah) inilah yang membuat kami memerangimu” tulislah Muhammad bin Abdullah.” Dan Rasulullahpun menuruti kemauan mereka. Beliau berkata, “Sungguh aku adalah Rasulullah, meskipun kalian mendustakanku. “
Abdullah bin Abbas kembali bertanya, “Apakah kalian sudah faham hal ini?”
Mereka menjawab, “Iya.”
Hasil dari pembicaraan Ali yang penuh dengan hikmah yang dalam dan alasan yang kuat ini adalah kembalinya 20.000 orang ke barisan Ali bin Abi Thalib. Sedangkan 4000 orang lainnya masih memusuhi dan melawan Ali serta berpaling dari kebenaran.
Pemuda yang bernama Abdullah bin Abbas ini menempuh berbagai jalan untuk menuntut ilmu. Untuk meraih ilmu yang dia tuju dia mengerahkan segenap tenaganya.
Abdullah bin Abbas minum dari ‘sumber air’ Rasulullah selama hidup beliau. Ketika Rasulullah pulang ke haribaan Allah, Abdullah bin Abbas mencari ilmu dari para ulama’ yang masih tersisa. Dia mengambil ilmu dari mereka dan juga berguru secara tatap muka dengan mereka.
Abdullah bin Abbas bercerita tentang dirinya,
Apabila ada salah seorang sahabat yang menyampaikan hadis Rasulullah kepadaku, aku langsung mendatangi pintu rumah beliau di kala beliau sedang tidur siang. Aku membentangkan selendangku di teras rumahnya. Hingga angin-angin menerbangkan debu ke badanku. Seandainya saja aku meminta izin kepada beliau niscaya beliau mengizinkanku. Sungguh aku melakukan hal tersebut agar tidak mengganggu istirahat beliau.
Ketika Rasulullah keluar dari rumahnya dan melihat kondisi Abdullah bin Abbas seperti itu, beliau bertanya, “Wahai sepupu Rasulullah, apa yang mendorongmu untuk datang kepadaku? Tidakkah cukup engkau mengirim surat kepadaku kemudian aku mendatangimu?”
Abdullah bin Abbas berkata, “Aku lebih berhak untuk mendatangimu. Karena ilmu itu didatangi bukan mendatangi.” Baru setelah itu aku bertanya kepada beliau hadis yang beliau sabdakan.
Meskipun Abdullah bin Abbas menghinakan dirinya dalam menuntut ilmu namun dia sangat menghormati para ulama’.
Lihatlah ketika Zaid bin Tsabit, penulis wahyu dan pemimpin penduduk Madinah dalam masalah Fiqih, Qira’ah, dan ilmu Fara’idl (ilmu waris) menunggang kendaraannya, Abdullah bin Abbas, pemuda dari Bani Hasyim itu berdiri di hadapannya seperti berdirinya seorang budak kepada tuannya. Abdullah bin Abbas memegangi unta Zaid bin Tsabit dan memegang tali kendalinya.
Zaid berkata padanya, “Wahai sepupu Rasulullah, lepaskanlah tali itu!”
Ibnu Abbas berkata, “Beginilah kami diperintahkan untuk berperilaku kepada  ulama’ kami.”
Zaid berkata, “Tunjukkan tanganmu padaku!”
Abdullah bin Abbas mengeluarkan dua tangan beliau. Pada waktu itu Zaid bin Tsabit membungkukkan tubuhnya dan mencium tangannya. Zaid berkata, “Beginilah kami diperintahkan untuk berperilaku kepada keluarga nabi kami.”
Abdullah bin Abbas terbiasa mencari ilmu dengan cara seperti itu. Bahkan hal itu menjadi sesuatu yang sangat menakjubkan bagi para pujangga.
Masru’ bin al-Ajda’, salah seorang tokoh tabi’in berkata, “Ketika aku melihat Abdullah bin Abbas, aku selalu mengatakan “inilah manusia yang paling tampan.”
Apabila aku mendengar dia berkata, aku mengucapkan, “Inilah orang yang paling fasih lisannya.”
Apabila dia berbicara tentang keilmuan aku berkata, “Inilah orang yang paling alim (luas wawasannya) di kalangan manusia.
Ketika keilmuan Abdullah bin Abbas hampir mencapai kesempurnaan yang dia inginkan, Abdullah bin Abbas menjadi guru bagi semua manusia.
Rumahnya adalah kampus bagi kaum muslimin. Ya, kampus dalam arti seperti di masa modern ini. Hanya saja terdapat perbedaan antara kampus Abdullah bin Abbas dengan kampus saat ini.
Kampus saat ini dipenuhi dengan puluhan dosen, sedangkan kampus Abdullah bin Abbas hanya bertumpu kepada satu dosen saja, yaitu Abdullah bin Abbas.
Salah seorang sahabatnya berkata, “Sungguh aku sudah tahu betul majlis Abdullah bin Abbas. Seandainya saja semua kaum Quraisy membanggakan majlis Abdullah bin Abbas, sungguh hal itu sudah tepat untuk menjadi kebanggaan.”
Aku melihat banyak sekali orang yang berkumpul di jalan yang menuju ke rumahnya, hingga jalan tersebut disesaki oleh mereka. Aku masuk ke dalam rumahnya dan memberitahunya bahwa manusia sudah berjejal-jejalan di pintu rumahnya.“
Abdullah bin Abbas berkata kepadaku, “Sediakanlah air wudlu untukku!”
Setelah itu Abdullah bin Abbas berwudlu dan duduk. Dia berkata kepadaku, “Katakanlah kepada mereka, siapa yang menginginkan ilmu tentang al-Qur’an dan cara membacanya, silahkan masuk!”
Lalu aku keluar dan mengatakan hal itu kepada orang-orang yang sudah berdesakan diluar. Akhirnya mereka yang menginginkan ilmu tersebut masuk ke dalam rumahnya hingga memenuhi kamar beliau. Semua pertanyaan yang diajukan kepadanya, dia jawab dengan baik. Bahkan Abdullah bin Abbas menjawab melebihi apa yang mereka inginkan. Lalu Abdullah bin Abbas berkata kepada mereka, “Berikanlah jalan untuk saudara kalian yang lain!” Lalu mereka keluar.
Abdullah bin Abbas berkata kepadaku, “Katakan kepada mereka, siapa yang ingin bertanya tentang tafsir dan takwil al-Qur’an silahkan masuk!” Lalu aku keluar dan mengatakan hal tersebut kepada mereka.
Akhirnya mereka masuk dan memenuhi kamarnya. Semua pertanyaan mereka dia jawab dengan baik, bahkan dia jawab dengan jawaban yang lebih menyeluruh dari pertanyaan mereka. Setelah itu Abdullah bin Abbas berkata kepada mereka, “Berikanlah jalan untuk saudara kalian yang lain!” Lalu mereka keluar.
Abdullah bin Abbas berkata kepadaku, “Keluarlah dan katakan kepada mereka, siapa yang ingin bertanya tentang halal dan haram serta hukum fikih, silahkan masuk!” Lalu aku keluar dan mengatakan hal tersebut kepada mereka.
Akhirnya mereka masuk dan memenuhi kamarnya. Semua pertanyaan mereka dia jawab dengan baik, bahkan dia menjawab dengan jawaban yang lebih menyeluruh dari pertanyaan mereka. Setelah itu Abdullah bin Abbas berkata kepada mereka, “Berikanlah jalan untuk saudara kalian yang lain!” Lalu mereka keluar.
Abdullah bin Abbas berkata kepadaku, “Keluarlah dan katakan kepada mereka, barangsiapa yang ingin bertanya tentang ilmu faraidl dan yang semisalnya, silahkan masuk!” Lalu aku keluar dan mengatakan hal tersebut kepada mereka.
Akhirnya mereka masuk dan memenuhi kamarnya. Semua pertanyaan mereka dia jawab dengan baik, bahkan dia jawab dengan jawaban yang lebih menyeluruh dari pertanyaan mereka. Setelah itu Abdullah bin Abbas berkata kepada mereka, “Berikanlah jalan untuk saudara kalian yang lain!” Lalu mereka keluar.
Abdullah bin Abbas berkata kepadaku, “Keluarlah dan katakan kepada mereka, siapa yang ingin bertanya tentang syair, bahasa arab dan makna-makna kalimat asing silahkan masuk!” Lalu aku keluar dan mengatakan hal tersebut kepada mereka.
Akhirnya mereka masuk dan memenuhi kamarnya. Semua pertanyaan mereka dia jawab dengan baik, bahkan dia jawab dengan jawaban yang lebih menyeluruh dari pertanyaan mereka.
Orang yang menceritakan hal ini mengatakan, “Seandainya semua orang Quraisy membanggakan hal tersebut, sungguh hal itu sudah merupakan sebuah kebanggaan.”
Abdullah bin Abbas mempunyai keinginan untuk membagikan ilmu sesuai hari-hari yang ada, hingga tidak terjadi desak-desakan di pintunya seperti hari itu. Abdullah bin Abbas membagi satu hari dalam satu minggu khusus untuk mempelajari ilmu tafsir. Satu hari berikutnya khusus untuk mempelajari ilmu fikih. Satu hari berikutnya khusus untuk mempelajari sejarah peperangan Rasulullah, satu hari berikutnya khusus untuk mempelajari syair, satu hari berikutnya khusus untuk mempelajari hari-hari orang Arab. Semua orang alim yang duduk di majlisnya tunduk padanya. Semua yang bertanya kepadanya pasti akan mendapatkan ilmu.
Abdullah bin Abbas juga merupakan orang yang selalu diajak bermusyawarah oleh para khalifah karena kelebihan ilmunya dan kefakihannya. Meskipun saat itu usianya masih muda.
Apabila Umar bin Khattab memiliki masalah yang sangat sukar diselesaikan, dia memanggil semua sahabatnya. Di antara orang yang dia undang adalah Abdullah bin Abbas. Apabila Abdullah bin Abbas datang, Umar meninggikan tempat duduk Abdullah bin Abbas, sedangkan dia sendiri merendahkan tempat duduknya.
Umar berkata kepadanya, “Saya mempunyai masalah yang sangat berat sekali, hanya orang-orang yang semisalmu yang dapat menyelesaikan masalah tersebut.”
Pernah suatu ketika Umar dikritik karena mengundang Abdullah bin Abbas dan mengikutsertakannya dalam kumpulan para sahabat. Abdullah bin Mas’ud masih terlalu muda, alasan mereka. Lalu Umar bin Khattab menjawab, “Sungguh Abdullah bin Abbas adalah pemuda yang berfikiran dewasa, mempunyai lisan yang selalu bertanya, mempunyai akal yang cerdas.”
Meskipun Abdullah bin Abbas selalu pergi untuk mengajarkan ilmu kepada orang-orang tertentu namun dia tidak melupakan haknya kepada orang-orang awam. Dia juga mempunyai majlis untuk memberikan nasihat dan peringatan.
Di antara nasihatnya ialah, nasihat  kepada para pelaku dosa,
“Wahai para pelaku dosa, janganlah kalian merasa aman dari siksaan yang disebabkan oleh dosa kalian. Ketahuilah, dosa yang kalian lakukan akan selalu diiringi dosa yang lebih besar dari dosa yang kalian lakukan. Ketiadaan rasa malu kepada orang yang berada di sebelah kanan dan kirimu ketika engkau melakukan perbuatan dosa tidaklah mengurangi dosa kalian. Tertawa kalian saat melakukan dosa, sungguh lebih besar dosanya daripada dosa yang kalian lakukan. Kalian melakukan perbuatan dosa, padahal kalian tidak tahu apa yang akan Allah perbuat untuk kalian. Kebahagiaan kalian ketika berhasil  melakukan dosa, lebih besar dosanya daripada dosa yang kalian lakukan. Kesedihan kalian karena tidak bisa melakukan dosa, merupakan dosa yang lebih besar daripada dosa itu sendiri. Ketakutan kalian jika perbuatan dosa yang kalian lakukan diketahui manusia adalah dosa yang lebih besar dari dosa yang kalian lakukan. Apalagi jika hati kalian pada waktu itu tidak sedikitpun ada rasa takut dengan pengawasan Allah. Wahai para pelaku dosa, tahukan kalian apa dosa nabi Ayyub As. ketika Allah menimpakan cobaan pada diri dan hartanya? Dosanya pada waktu itu hanyalah karena dia tidak memberikan pertolongan kepada orang yang datang meminta tolong padanya.”
****
Abdullah bin Abbas bukanlah merupakan tipe orang yang mengatakan apa yang tidak dia lakukan, bukan pula seperti orang yang melarang sesuatu padahal dia sendiri melakukannya. Abdullah bin Abbas adalah orang yang ahli puasa di siang hari dan ahli shalat tahajjud pada malam hari.
Abdullah bin Malikah menceritakan tentang Abdullah bin Abbas. Dia berkata, “Dulu aku pernah menemani Abdullah bin Abbas bepergian dari Makkah menuju Madinah. Apabila kami singgah di sebuah rumah, kami melakukan shalat di separuh malam ketika semua manusia tertidur karena kecapekan yang luar biasa. Pada suatu malam aku melihatnya membaca ayat,
وَ جآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيْدُ
“Dan datanglah sakaratul maut dengan nyata, pada waktu itu kalian tidak bisa melarikan diri…”(Qaf:19)
Abdullah bin Abbas mengulang-ulang ayat itu dan menangis dengan suara yang keras hingga matahari terbit.”
****
Setelah kita mengenal Abdullah bin Abbas, cukuplah bagi kita untuk mengatakan bahwa Abdullah bin Abbas adalah orang yang paling menawan di antara semua manusia dan paling cerah wajahnya. Abdullah bin Abbas selalu menangis di tengah malam karena takut kepada Allah hingga air matanya yang deras meninggalkan dua bekas pada kedua pipinya yang indah. Bekas itu menyerupai bekas tali sandal.
Abdullah bin Abbas mencapai puncak kemuliaan ilmu yang paling tinggi. Hal itu terbukti ketika pada suatu hari khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan keluar untuk menunaikan ibadah haji. Abdullah bin Abbas pada waktu itu juga keluar untuk menunaikan ibadah haji. Waktu itu Abdullah bin Abbas tidak memiliki kekuasaan atau kerajaan. Muawiyah membawa rombongan yang sangat banyak yang terdiri dari para pegawai pemerintahannya. Namun ternyata Abdullah bin Abbas juga mempunyai rombongan yang sangat banyak melebihi rombongan khalifah Muawiyah. Rombongan tersebut adalah para pencari ilmu.
Abdullah bin Abbas hidup di dunia selama 71 tahun. Selama hidupnya dia memenuhi dunia dengan ilmu, hikmah dan takwa.
Ketika Abdullah bin Abbas meninggal dunia, Muhammad bin Hanafiyyah[2] juga turut menyolatkannya. Sedangkan yang lainnya ialah para sahabat yang masih hidup dan juga para tabi’in.
Ketika mereka menaburkan tanah di atas kuburannya, tiba-tiba mereka mendengar seseorang yang membaca,
Artinya,
“Wahai jiwa-jiwa yang tenang. Kembalilah kepada tuhanMu dengan hati yang ridha dan diridhai * Masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu dan masuklah surgaKu. (al-Fajr: 27-30) [3]

[1] Yang mereka maksud adalah, Ali menerima orang-orang dari Abu Musa al-Asy’ari dan Amr bin Ash dalam mengadili antara Ali dan Muawiyah.
[2] Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali bin Abi Thalib. Dia dinisbatkan kepada ibunya, untuk membedakan antara Hasan dan Husain. Ibu Hasan dan Husain adalah Fatimah, sedangkan ibu Muhammad adalah seorang perempuan dari bani Hanifah.
[3] Untuk lebih jelas mengetahui sejarah Abdullah bin Abbas, silahkan baca kitab,
-          al-Jâmi’ al-Ushûl juz 10 bab keutamaan sahabat
-          al-Ishabah at-Tarjamah 4781
-          al-Isti’âb juz 2 halaman 350
-          Usdul Ghabah juz 3 halaman 192
-          Sifatus Shafwah juz 1 halaman 746
-          Hayâtus Shahabah lihat daftar isi juz 4
-          Al-A’lâm wa marâji’uhu

◄ Newer Post Older Post ►