Jumat, 07 September 2012

Toriq, Teror Racun, dan Jaringan Teroris Solo, Sebuah Teka Taki ?

Rabu, 5 September 2012, asap putih mengepul membumbung tinggi dari rumah Muhammad Toriq, tukang jual pulsa dan servis ponsel yang tinggal di Jalan Teratai 4, Jembatan Lima, Tambora, Jakarta Barat.

Warga sontak menyangka ada kebakaran. Apalagi kawasan Tambora telah beberapa kali menjadi korban amukan si jago merah. Maka, khawatir api menyambar ke rumah lain, warga berinisitif mendobrak rumah Toriq.

Tapi anehnya, di dalam rumah, Toriq yang mengenakan celana pendek dan kaos oblong justru tampak santai. Padahal bau mesiu menguar sampai ke saluran di belakang rumahnya. Kecurigaan warga pun terbit. Polisi dipanggil. Benar saja, ketika polisi tiba, Toriq telah kabur.

Polisi pun memasuki dan memeriksa rumah Toriq yang berukuran sekitar 5 x 7 meter persegi. Di rumah itu, ditemukan bahan-bahan kimia, termasuk mesiu. Bahan-bahan itu dibungkus dalam plastik yang masih terasa hangat.
Ditemukan pula timbangan dan dus yang berisi tiga botol plastik yang diduga bahan peledak. Ada pula coretan tangan Toriq di atas kertas. Di kertas itu, Toriq seperti sedang menyusun konsep rakitan yang berisi tulisan senyawa kimia. Belakangan, polisi menyatakan kertas itu adalah panduan merakit bom.
Itu belum semua. Polisi juga menemukan black powder, belerang, paralon berisi kabel dan paku, detonator, serta lembaran berisi cara membuat racun yang kerap disebut Bubur California. Setelah digeledah, ternyata di rumah Toriq lengkap ditemukan buku jihad, buku panduan meracik bom, buku panduan meracik racun, lima bom siap ledak.

Teror Racun

Buku panduan meracik racun yang dimiliki Toriq sontak mengingatkan akan teror racun terhadap kepolisian. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyad Mbai, pernah mengatakan polisi berhasil membongkar teror racun itu pada tahun 2011.

Ketika itu Tim Detasemen Khusus 88 Anti Teror Mabes Polri berhasil mengungkap jaringan teroris yang berencana meracuni para anggota polisi. “Tahun lalu kan sempat heboh di Kemayoran, ketika ada yang berencana meracuni makanan di kantin kantor-kantor polisi,” kata Ansyaad, Kamis 6 September 2012.

Saat itu, teroris menyiapkan racun sianida untuk dimasukkan ke dalam makanan dan minuman yang tersedia di sejumlah kantin polisi. Oleh karena itu, Ansyad mengatakan ada kemungkinan Toriq memiliki kaitan dengan jaringan teroris racun itu. Namun, polisi harus menyelidiki hal itu lebih lanjut untuk memastikannya.

Rencana meracun polisi ini termasuk modus baru dalam rangkaian serangan teroris terhadap aparat kepolisian. “Bila selama ini modelnya bom bunuh diri, maka kini ada gaya baru,” kata Kepala Bagian penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol. Boy Rafli Amar beberapa waktu lalu.

Sejak tahun 2006, aparat kepolisian memang menjadi target baru kelompok teroris di Indonesia. “Mereka menebar kebencian terhadap aparat negara. Mereka merasa musuh utama mereka adalah polisi,” kata Boy, Rabu 5 September 2012.
Teror itu nyata dan terlihat pada kasus bom bunuh diri di Masjid Polresta Cirebon, penyerangan terhadap Polsek Hamparan Perak Medan, sampai yang terakhir penembakan terhadap polisi di dua Pos Lalu Lintas di Solo.

Boy menjelaskan, teroris saat ini melihat polisi sebagai penghalang tujuan mereka. Polisi pula lah yang sebelumnya melakukan berbagai penangkapan atas sejumlah pendahulu mereka dalam aksi terorisme. Dokumen-dokumen milik teroris yang disita selama ini, kata Boy, menunjukkan bahwa teroris memang mengincar dan menjadikan polisi sebagai target sasaran.
Jaringan Solo?

Kepala BNPT menyatakan, bom yang diracik Toriq di rumahnya di Tambora, Jakarta Barat, ternyata sama dengan bom yang pernah digunakan oleh pelaku bom bunuh diri di Gereja Kepunton, Solo, September 2011. Ketika itu, pelaku bom bunuh diri, Ahmad Yosepa Hayat, tewas di tempAt.

Oleh sebab itu Ansyaad menduga Toriq kemungkinan besar juga termasuk salah satu anggota jaringan Abu Omar. Apalagi pernah ada penangkapan anggota jaringan itu di Jakarta Barat tahun lalu. Abu Omar sendiri telah ditangkap Juli 2011 saat hendak menyelundupkan senjata dari Filipina ke Indonesia.

Abu Omar alias Muhammad Ichwan memang salah satu tokoh jaringan pemasok senjata dari Filipina ke Indonesia. Ia telah divonis 10 tahun penjara pada 14 Mei 2012 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Namun, anak tiri Abu Omar, Farhan, ternyata belakangan diketahui terlibat dalam rangkaian aksi teror di Solo, Jawa Tengah.

Polisi menduga Farhan ingin membuka hubungan dengan kelompok teror di Filipina. Farhan yang merupakan pimpinan kelompok teroris Solo akhirnya tewas dalam baku tembak dengan personel Densus 88 di Jalan Veteran, Solo, Jawa Tengah, 31 Agustus 2012. Namun, salah satu rekannya, Bayu, berhasil ditangkap dalam keadaan hidup.

Berdasarkan informasi dari Bayu itulah, polisi kemudian menguntit dan membekuk Firman di Depok, Rabu 5 September 2012. Peran Firman dan Farhan terkait erat dalam aksi penembakan pos polisi di Solo, dini hari 17 Agustus 2012. Saat itu Farhan lah yang melakukan penembakan, sedangkan Firman mengendarai sepeda motor.

Firman ditangkap dini hari kemarin di Depok. Siang harinya tak dinyana kawasan Tambora, Jakarta Barat, digegerkan dengan penemuan bom rakitan di rumah salah satu warganya, Toriq. Toriq sendiri sejak kecil memang tinggal di rumah Tambora itu.

Penggerebekan teroris di Depok dan penggeledahan di Tambora yang terjadi dalam sehari sekaligus cukup menarik perhatian. Terlebih, salah satu tetangga Toriq, Ahmad, mengaku pernah beberapa kali melihat Toriq dikunjungi oleh tiga orang berjenggot berbadan tegap yang membawa bungkusan. “Mereka sering datang ke rumah Toriq. Bukan untuk beli pulsa, tapi seperti bertamu. Tapi saat itu kami tidak curiga karena siapa pun bisa bertamu,” kata Ahmad.
Toriq saat ini masih dalam pengejaran polisi. Polisi berharap ia menyerahkan diri dan bekerja sama dengan mereka.

Kapolres Metro Jakarta Barat, Komisaris Besar Sutana, mengungkapkan bahwa Toriq selama ini memang masuk pantauan polisi karena dia masuk dalam salah satu kelompok radikal. Namun, polisi belum tahu persis Toriq masuk ke kelompok mana. Meski lahir dan besar di Tambora, Toriq memang tergolong jarang bergaul dan cenderung bersifat tertutup.

Lantas benarkah Toriq terkait dengan jaringan teroris Solo? Mabes Polri belum berani memastikan. “Sampai saat ini kami belum melihat adanya kaitan antara Toriq dengan jaringan Solo. Tapi kami masih mendalami lebih lanjut soal kemungkinan keterkaitannya dengan Solo,” kata Brigjen Pol Boy Rafli Amar, Kamis 6 September 2012.

Sumber Berita
◄ Newer Post Older Post ►