Sabtu, 12 November 2011

Beth's Diary...?? Kupikir akan lebih baik, bila kau melihatnya sendiri.

DET'S BRIEFCASE

Prolog

Namaku Det. Aku adalah seorang psikiater. Aku ingin menceritakan sebuah kasus yang pernah kutangani. Menurutku, kasus ini begitu mengerikan dan aku sendiri tak pernah menyangka kalau hal ini bisa terjadi. Kasus ini kuberi nama Beth. Ya, sesuai dengan nama seorang gadis kecil yang terlibat dalam kasus ini.

About the case

Biar kuceritakan sedikit. Kasus ini adalah kasus pembunuhan yang kurasa adalah yang paling keji. Tiap korbannya disiksa hidup-hidup. Ada yang dikuliti hidup-hidup dan kemudian disiram dengan air garam. Ada juga yang ususnya ditarik keluar pada saat sang korban masih hidup.

Aku sama sekali tak pernah menyangka ada orang yang begitu tega melakukannya. Apalagi setelah pelakunya tertangkap. Tak pernah ada yang menyangka apalagi percaya. Bahkan kurasa kaupun takkan percaya. Pelakunya adalah Beth. Seorang gadis kecil berusia 12 tahun. Mendengar umurnya saja kau mungkin takkan percaya, apalagi setelah melihat penampilannya. Aku bahkan tidak percaya sampai sekarang. Gadis itu terlihat begitu polos dan lugu dengan pembawaan yang tenang tapi juga ceria. Kata-kata yang diucapkannya pun begitu dewasa, seakan ia adalah orang bijak yang telah berusia 80, 90, atau mungkin 100 tahun, begitu filosofis.

Setelah gadis itu dipenjara, tingkahnya agak aneh. Ia suka tersenyum bahkan tertawa sendiri. Ia bahkan suka menyakiti dirinya sendiri (entah darimana ia dapat senjata untuk melakukannya).

Karena tertarik pada gadis kecil itu, akhirnya kutawarkan diriku kepada pihak kepolisian untuk memeriksanya. Setelah kuperiksa, ternyata memang benar. Ia mengalami gangguan pada mentalnya. Tak dapat kuperkirakan apa yang telah membuatnya seperti ini.

Akhirnya iapun dipindahkan ke rumah sakit. Di sana tingkahnya pun tetap sama. Namun akhirnya, lama-kelamaan ia mulai membaik. Ia lebih sering duduk diam di pojok ruangan. Karena itulah kupikir mungkin kesempatannya untuk sembuh masih ada.

Kisah ini sesaat mengingatkan kita pada aktris muda Daveigh Chase yang memerankan Samara dalam sebuah film. Seorang bocah misterius yang juga aneh, bernasib tragis dan berbahaya.
Namun, ternyata aku salah. Pada tanggal 17 Juli 1989 pagi harinya, kira-kira pukul 5 pagi, aku mendapat kabar bahwa Beth telah meninggal akibat kehabisan darah karena luka sayatan di pergelangan tangannya. Akupun bergegas ke rumah sakit itu. Di sna kulihat ia sedang duduk di pojok ruangan. Ia tampak begitu tenang bahkan seperti tidur. Di sampingnya kulihat sebuah buku yang terbuka dengan beberapa bercak darah yang mewarnai halaman buku itu. Bahkan kata-kata terakhir di buku itu ditulis dengan darah. Ternyata itu adalah buku harian miliknya yang ditulisnya untuk yang terakhir kali. Kubuka dan kubaca. Hanya beberapa lembar yang telah ditulisinya. Penuh dengan tulisan panjang bahkan beberapa puisi.

Kupikir akan lebih baik, bila kau melihatnya sendiri


Beth's Diary

27 September 1988

Akhirnya , hari ini kuputuskan untuk menuliskan semua pemikiranku dan semua perasaanku di buku ini, walaupun hanya untuk membagi dan meringankan perasaanku. 09:00

30 September 1988

Terkadang aku berpikir dunia ini seakan menolak kehadiranku. Bukan, bukan dunia yang menolakku, tapi orang-orang di sekelilingku. Merekalah yang menolakku. Tapi kenapa? Aku sudah berusaha yang terbaik, tapi kenapa mereka seakan tidak pernah puas?
Biarlah. Karena ini adalah ujianku, ujian hidup untukku. Dan aku yakin, di antara mereka semua pasti ada yang benar-benar menyayangiku, benar-benar mengerti aku. Suatu saat, aku pasti bertemu dengannya. Atau mungkin, aku sudah bertemu dengannya dan ia ada di dekatku selama ini. Yah, setidaknya ini memberiku harapan baru. Harapan untuk hidup baru yang lebih baik.

Dalam setiap hal, keberhasilan, kegagalan, kesenangan, kesedihan, pasti ada harapan. Mungkin sekarang roda kehidupanku sedang memutar titik puncak kehidupanku ke bawah. Tapi, suatu saat pasti akan naik kembali, asalkan aku terus melangkah maju dan tidak berhenti di tempat. Ya, aku pasti akan naik kembali menuju puncak kehidupanku. Aku pernah berada di atas, dan kini aku di bawah, tapi pasti aku akan berada di atas lagi. Suatu saat, pasti. Ini hanya sekedar ujian hidupku. Kalau aku bisa melewatinya, pasti akan datang ujian lain lagi, begitu seterusnya, sampai akhirnya tugasku di dunia selesai. Aku yakin aku pasti bisa. 09:24

2 Oktober 1988

Kemarin hari Selasa, benar-benar ribut di sekolah, banyak masalah di sana-sini. Yah, mungkin masalah mereka sudah selesai, tapi ada satu yang belum dan mungkin takkan pernah selesai, diriku sendiri. Bukan masalahku, tapi yang jadi masalah justru adalah diriku sendiri, perasaanku. Aku hamper saja jatuh dan putus asa. Namun, untunglah aku bisa bertahan, aku bisa bangkit kembali setelah jatuh.

Akhir-akhir ini, entah bagaimana dan entah mengapa, aku bisa berpikir ingin bunuh diri. Setiap kali ke sekolah, pasti aku ingin ke atap. Dan tiap kali melihat pemandangan dari sana, entah mengapa, ingin sekali rasanya melompat turun dari sana. Untung saja aku berpikir panjang, kalau tidak, entah bagaimana jadinya. Memang sich, aku ingin melihat reaksi mereka ketika melihatku melompat, tapi itu pemikiran yang gila, tidak masuk akal, dan tidak perlu kupikirkan lagi, tidak boleh kulakukan.

Akhir-akhir ini juga, entah mengapa, aku ingin sekali mencurahkan seluruh kasih sayangku untuk orang-orang di sekelilingku, seolah aku tidak akan pernah bertemu dengan mereka lagi, seolah waktuku di dunia sudah hampir habis. Ingin sekali rasanya menyelesaikan segala sesuatu sebaik-baiknya agar aku tidak menyesal nanti. Entah mengapa, aku tidak tahu kenapa aku bisa berpikir seperti ini. Apakah aku salah? Kenapa aku bisa berpikir seperti ini? 10:00

4 Oktober 1988

Kadang-kadang aku berpikir, aku berusaha untuk mengerti orang lain, apakah mereka ingin mengerti aku? Pernahkah terpikir oleh mereka, apa yang sebenarnya kupikirkan dan kurasakan ?

Biarpun semua orang membenciku, aku tetap tidak mampu membenci mereka. Karena aku sayang pada mereka, karena itu, yang ada di perasaanku hanya rasa sedih bila mereka membenciku. Aku hanya bisa berusaha lebih, supaya bisa menghilangkan atau setidaknya mengurangi kebencian mereka padaku. Apakah aku orang yang begitu menyebalkan? Apakah aku begitu menjijikkan di mata mereka? Apakah aku begitu hina? Rasa sedih di hatiku menumpuk hingga akhirnya menjadi amarah, tapi aku tetap tak bisa membenci mereka. Lagi-lagi yang bisa kulakukan hanya menangis, meratapi nasibku, meratapi hatiku yang telah hancur berkali-kali oleh terpaan emosi dunia. Hatiku telah hancur berulang kali dan telah kususun sekeping demi sekeping berulang kali pula. Aku tidak tahu sampai kapan aku bisa bertahan. Mungkin aku stress atau trauma, tapi kuharap aku bisa terus bertahan. 11:05

8 Oktober 1988

Aku terkadang suka dengan kesendirianku. Dulu, aku selalu mengeluh mengenai kesendirianku, namun kini aku menikmatinya, aku menyukainya karena di saat itulah aku bisa berpikir banyak seperti yang kulakukan saat ini. Dulu aku selalu membutuhkan orang lain untuk menghiburku. Tapi aku belajar untuk menghibur diriku sendiri, kubiarkan nuraniku bicara. Dengan cara inilah aku bisa bertahan sampai hari ini.

Ingin sekali rasanya bisa mengetahui isi hati orang-orang di sekelilingku, karena itulah aku belajar untuk mengetahui sifat-sifat orang lain, perasaan orang lain, dan kebiasaan orang lain supaya kelak aku bisa lebih berhati-hati agar tidak menyakiti perasaan orang lain. Ingin sekali aku bisa membantu orang lain, menguatkan mereka, menghibur mereka, namun aku tak mampu, aku tak bisa menghibur orang lain. Karena itulah aku belajar. Kukumpulkan kata-kata yang sekiranya mampu menguatkan diriku dan orang lain. Aku akan selalu berusaha agar orang-orang mau menyayangiku seperti aku menyayangi mereka. 12:00

13 Oktober 1988

Hari ini aku mencoba untuk membuat puisi, siapa tahu bisa lebih membuatku lega. Lagipula jelek tidaknya khan tidak ada yang tahu, toh ini hanya akan kubaca sendiri. Yah, aku hanya bisa berharap, puisi ini akan dapat membantuku kelak bila kubutuhkan.
Puisi pertamaku ini kuberi judul +/- kehidupan dunia. Moga-moga hasilnya bagus ya, Diary.

+/- Kehidupan Dunia

Biarlah kunikmati kesendirianku ini
Agar aku bisa lebih menghargai kebersamaan.

Biarlah kucicipi kesedihan
Agar aku bisa lebih menghargai kegembiraan

Biarlah kuteteskan air mata
Agar aku bisa lebih melahirkan tawa

Biarlah kurasakan duka
Agar aku bisa lebih menyukai suka

Biarlah aku berharap
Agar aku bisa lebih berusaha

Segala hal memiliki positif
Segala hal memiliki negatif

Setiap hal memiliki lawannya
Namun yakinlah kau bisa melaluinya

Setiap kali jatuh
Bangunlah
Maka kau akan dapat merasakan
Betapa adil dan indahnya dunia.
14:21

15 Oktober 1988

Terkadang aku merasa, saat orang lain berjalan maju, aku seorang diri berjalan mundur jauh ke belakang. Saat orang lain semakin dewasa, aku semakin kekanak-kanakan. Saat orang lain tahu arah tujuannya, aku tidak tahu arah tujuanku.

Terkadang aku juga merasa aku seperti sebutir pasir. Begitu kecil, tak terlihat. Tak tahu mana kawan, mana lawan. Terkadang aku merasa, aku tak berguna. Aku lumpuh, tak tahu arah tujuanku. Aku buta, tak dapat melihat jalanku sendiri. Aku bisu, tak dapat menanyakan arah tujuanku. Aku tuli, tak dapat mendengar panggilan untukku.

Namun satu hal yang kutahu pasti. Hatiku tahu kemana aku harus melangkah. Hatiku tahu dimana jalanku. Hatikulah yang bertanya dan menjawab. Dan, hatikulah yang mendengarkan panggilan untukku. Karena satu hal juga yang pasti. Hatiku tidak tuli. Hatiku tidak bisu. Hatiku tidak buta. Dan hatiku tidak lumpuh. 22:00

30 November 1988

Indah. Jelek. Sempurna. Cacat. Masing-masing adalah dua hal yang berbeda. Namun, masing-masing juga adalah hal yang sama. Orang-orang bilang bagus, yang lain bilang jelek, padahal itu adalah benda yang sama. Mereka bilang yang sempurna itu yang bagus. Padahal kalau dipikir-pikir, dilihat-lihat, yang cacat juga bisa jadi bagus, kalau cara pandang kita diubah.

20 Maret 1989

Diary, sudah lama sekali ya, aku tidak mencurahkan perasaanku padamu. Tahu tidak, rasanya aku berubah. Kini aku lebih berani. Untuk mengutarakan pendapatku, kemampuanku, ketidaksetujuanku, dan hal yang lainnya lagi. Dan kini aku pun sudah tidak terlalu sedih lagi dengan kondisiku yang dulu maupun yang sekarang. Buat apa disesali, biar sajalah. Aku akan mencoba untuk menikmati hidup. Walaupun mereka mencoba untuk menjatuhkanku, aku akan tetap bangkit kembali. Aku tidak akan kalah dari mereka. Ya, aku tidak akan kalah. 23:00

Epilog

16 Juni 1989

Akhir-akhir ini aku aneh. Terkadang aku merasa seperti iblis, tapi kadang seperti malaikat. Terkadang aku melakukan hal-hal tanpa pikir panjang, tapi untunglah hal-hal itu adalah hal-hal yang baik.Tak pernah terpikir olehku kalau aku sanggup melakukan hal-hal keji dan kejam walaupun dalam pikiranku. Tapi, ya, aku melakukannya. Pikiranku liar. Saat akun marah, kusiksa dan kubunuh mereka yang membuatku marah dalam pikiranku. Tapi, setelah itu kuhidupkan mereka kembali, dan aku mulai menyiksa diriku di depan mereka. Kubunuh diriku sendiri. Kubayangkan reaksi mereka dan aku tertawa. Aku tersenyum sinis, sedih, perih, sakit. Akhirnya aku mati menyedihkan di dalam pikiranku sendiri.

Aku takut. Aku takut sekali. Aku takut pada diriku sendiri. Hatiku kadang bertanya, apakah ini benar? Walaupun hal itu membuatku lega, tapi apa aku boleh berpikir seperti itu? Dan aku tahu jawabannya. Tidak hal ini salah. Pikiranku ini salah. Walaupun hal ini bisa membuatku terlihat sempurna dan lebih tenang di luar, tapi ini salah. Pikiranku sama halnya dengan pikiran seseorang yang terganggu pikirannya alias ORANG GILA.

Ya, itu pikiran yang gila. Dan aku takut. Takut pada diriku sendiri. Aku takut bila aku selalu berpikir seperti itu untuk menenangkan diriku sendiri, aku tidak akan bisa membedakan lagi antara kenyataan dan khayalan.

Aku takut karena pemikiranku ini, suatu saat aku akan meringkuk di balik jeruji rumah sakit jiwa. Sendiri meringkuk di pojok ruangan tanpa ada yang berani mendekatiku karena aku yang telah menjadi liar karena pikiranku. Tapi, kupikir lagi, mungkin ada baiknya karena setidaknya aku tidak merugikan ataupun menyakiti orang lain.

Satu hal yang lebih kutakutkan lagi. Aku takut karena pikiranku ini, aku akan meringkuk di balik jeruji yang lain. Jeruji penjara. Aku takut kelak aku akan menyakiti, melukai, atau bahkan membunuh orang lain tanpa dapat kuhidupkan kembali. Hingga akhirnya 1, 2, 3, atau mungkin lebih, orang-orang yang membuatku marah, kulenyapkan dengan tanganku sendiri. Yang lebih buruk lagi bila kulakukan dengan tersenyum. Aku takut, Benar-benar takut, bila kelak hal itu benar-benar terjadi.

Tapi kalau kupikirkan lagi, mana mungkin aku sanggup melakukannya, memikirkannya saja sudah takut. Mungkin hal itu takkan terjadi.

Namun ternyata aku salah, hal itu memang terjadi. Pikiranku semakin lama semakin liar dan mempengaruhi emosiku. Mula-mula aku memang hanya mudah marah, namun lama kelamaan, aku mulai berani memukul, hingga akhirnya aku berani menggunakan senjata.

Kini, yang kutakutkan telah terjadi. Tidak hanya satu, tapi keduanya. Ya, aku telah melakukannya. Semua orang yang membuatku marah, kesal, dan yang kubenci telah hilang. Kulenyapkan dengan mudah karena mereka tak pernah menyangka aku akan menyerang mereka tanpa memberi mereka kesempatan untuk lari atau untuk membalas. Akhirnya setelah beberapa duri kulenyapkan, aku dibawa ke balik jeruji penjara.

Orang mungkin tidak akan percaya pada apa yang telah kulakukan. Ya, mereka memang tidak percaya. Anak perempuan yang manis mana mungkin sanggup melakukannya. Tapi, aku memang melakukannya. Dan aku puas. Ya, aku puas.Tapi kini aku menyesal, tapi aku juga senang. Aku juga merasa takut. Aku tidak tahu lagi apa yang sebenarnya kurasakan. Semuanya bercampur aduk. Aku diperiksa. Dan setelah itu, di sinilah aku sekarang. Di balik jeruji rumah sakit jiwa. Aku dikurung karena aku dianggap berbahaya. Dua hal yang kutakutkan telah terjadi. Dan pikiranku kini kosong, walaupun terkadang pikiran itu kembali lagi, bahkan lebih liar, gila, kejam, dan sadis. Tapi aku menikmatinya.

Bila aku orang gila. Dan kau membaca buku harianku ini, dua hal yang ingin kutanyakan padamu. Apa kau pernah punya pikiran sepertiku? Dan apa menurutmu, buku harianku ini dapat kau percaya?

Mungkin ini yang terakhir dariku, karena kini setelah tak ada lagi orang yang dapat kulukai, aku melukai diriku sendiri. Mungkin dengan ini semuanya akan berakhir, karena aku sudah sangat lelah.

Ya, mungkin saja. Mungkin.
02:15

*Det


..
◄ Newer Post Older Post ►