Ilustrasi (foto : voa-islam.com) |
Dengan santai dia menjawab, “Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk syurga.” ...Gggrrrrr…suasana kelas pun bergemuruh. Sang guru pun marah karena merasa diolok-olok.
Cita-cita, tujuan, dan keinginan. Sewaktu kecil memang seringkali guru, orang tua dan teman-temannya bertanya tentang cita-cita, dan kita pun dilatih dengan menjawab cita-cita sebagai tujuan akhir dengan jawaban profesi pekerjaan, seperti menjadi pilot, dokter, tentara dan sebagainya. Seakan-akan jika kita menjawab selain dari itu adalah jawaban yang salah.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia tujuan adalah alamat, arah, haluan, jurusan, maksud, sasaran, kehendak, keinginan. Dan keinginan sendiri adalah kehendak, maksud, atau tujuan.
Sebenarnya yang terjadi pada kita, manusia dalam konteks keinginan atau tujuan, kita senantiasa dihantarkan oleh waktu untuk selalu menuju tujuan kita dari bangun tidur, melakukan keseharian kita sampai tidur dan kembali bangun; dari detik ke detik, dari jam ke jam, hari, minggu, bulan bahkan tahun….kita senantiasa diantarkan oleh waktu dari satu tujuan ke tujuan yang lain, dari satu keinginan ke keinginan yang lain, dan seterusnya sampai tujuan dimasa mendatang.
Mari kita tafakuri sejenak apa tujuan kita besok?
Apa tujuan kita esok lusa, atau minggu depan, atau bulan depan, atau bahkan tahun depan. Mari kita perhatikan di sekeliling kita. Orang-orang atau manusia-manusia yang tujuannya besok mungkin sekedar bangun lebih pagi, ada yang berencana sport, shopping & hang out besok, ada yang minggu depan berencana reunian dengan teman lama, ya kangen-kangenan, ada juga yang bulan depan sedang berencana menikah, atau ada juga dari mereka yang bulan depan akan promosi naik jabatan, dan masih banyak lagi yang bisa kita lihat dalam kehidupan kita, manusia.
Manusia dan tujuannya dalam kehidupan ini. Hanya saja semua tujuan-tujuan itu dari mulai rentan waktu yang pendek hingga yang panjang, dari mulai esok hari sampai minggu depan, bahkan bulan, bahkan tahun dan bertahun-tahun lagi……semuanya tidaklah pasti. Tidaklah pasti, kecuali Allah memberikan izin kepada dirinya, kita, manusia untuk mencapai tujuan tersebut, atau keinginan tersebut.
Makna dari kata Insya Allah
Insya Allah adalah kata yang sering kita ucapkan jika kita akan melakukan sesuatu apapun nanti, atau jika kita akan mengerjakan sebuah pekerjaan dimasa mendatang, baik itu dihitung dari mulai hitungan detik, jam, hari, minggu, bulan bahkan tahun.
Karena apapun yang akan dilakukan oleh manusia dimasa mendatang haruslah atas seizin Allah, tetapi makna dari kata Insya Allah inilah yang sering kita lupakan. Terkadang malah jika kita jawab Insya Allah teman kita malah berucap, ”Aduh jangan Insya Allah dong, pastiin….jadi apa nggak,”
Seakan-akan kata Insya Allah bermakna, “Ngak janji deh...” Atau kalo sempet ya... atau perkataan semacamnya. Inilah yang seringkali terjadi dan kata Insya Allah dimaknai lain.
Padahal, setidaknya ada dua makna dari ucapan kata Insya Allah yang atinya jika Allah mengizinkan. Pertama apakah Allah mengizinkan kita untuk mencapai tujuan tersebut. Kedua apakah Allah masih memberikan waktu atau masa, sehingga umur kita masih bisa mencapai tujuan tersebut.
Terkadang manusia atau kita hanya terfokus pada tujuan-tujuan atau keinginan-keinginan yang belum pasti. Keinginan dan tujuan yang belum tentulah Allah akan mengizinkan kita untuk mencapai tujuan tersebut, dan melupakan tujuan yang pasti, tujuan yang hakiki, yaitu bertemu dengan Allah Rabb semesta alam, melalui pintu kematian.
Sahabat, begitulah skenario Allah. Dan ketika bahasan telah sampai di sini seringkali keinginan kita atau tujuan kita bertolak belakang dengan skenario Allah, yang menetapkan tujuan hakiki manusia adalah kembali kepada Allah, Tuhan Rabb semesta alam melewati pintu kematian. Allah telah berfirman dalam Alquran:
“Wahai Manusia, sesungguhnya engkau giat menuju TuhanMU dengan penuh kesungguhan, maka pasti engkau akan menemuiNYA.” (QS. Al Insyiqoq : 6)
Ayat yang baru saja kita simak menyeru kepada kita, Manusia bahwa secara sadar maupun tidak, mau ataupun tidak, manusia diantarkan oleh waktu atau masa sampai pada satu tujuan yaitu bertemu dengan Allah Rabb semesta alam. Hanya saja kebanyakan dari kita, manusia sering tidak menyadari akan hal itu.
Ya, seringkali kita lupa di dalam keseharian kita. Kita pikir yang pasti besok adalah tujuan-tujuan kita seperti sport, shopping, atau reuni, promosi naik jabatan, menikah, bercengkrama dengan anak dan keluarga dan sebagainya padahal itu semua tidaklah pasti, karena yang pasti kita sedang berjalan menuju Allah, lewat pintu kematian.
Malaikat maut mendatangi kita lima kali dalam sehari
Padahal tahukah sahabat, bahwa sesungguhnya malaikat maut itu mendatangi kita sehari lima kali. Ya, disebutkan dalam sebuah hadis lima kali dalam sehari dan dalam hadis lain 70 kali sehari. seakan-akan malaikat itu terus dengan teliti mengawasi kita, apakah sudah saatnya kita pada waktu yang telah ditetapkan, atau dengan kata lain sudah sampaikah kita pada jadwal ajal yang telah ditetapkan. Wallahu ‘alam bish shawwab.
Tidaklah ada satupun manusia yang akan tahu kapan ajal itu akan datang menjemputnya. Tetapi yang mengherankan adalah mengapa kebanyakan dari kita, manusia tidak mempersiapkan bekal untuk sesuatu yang pasti, yang pasti kita datangi yaitu kehidupan setelah kematian. Dan itulah tujuan, tujuan hakiki dari kehidupan kita.
Kuncinya adalah menselaraskan keinginan dan tujuan, sesuai dengan yang diridhai Allah SWT.
Kunci dari pemahaman tentang keinginan yang telah kita bahas, adalah menyelaraskan keinginan dan tujuan sehari-hari kita dengan tujuan kehidupan akhirat kelak. Bila kita tafakuri, waktu yang telah kita lalui tidaklah mungkin kembali, hari demi hari, minggu, bulan dan tahun, hidup kita ini adalah sebuah perjalanan, yang kita sedang mengarunginya hari demi hari sampai nanti ajal menjemput kita.
Oleh karena itu, di dalam perjalanan ini hendaklah kita semua, mengambil jalan yang “selamat”. Selamat bukan hanya untuk perjalanan di dunia ini sahabat, tetapi selamat di dunia sekaligus untuk bekal keselamatan di akhirat nanti. Jalan yang selamat, itulah kenapa islam mempunyai arti , salah satunya adalah selamat. Selain arti yang lain adalah berserah diri, berserah diri kepada ketentuan Allah SWT.
Jalan selamat perlulah cara, aturan dan jalan yang benar
Dan untuk mengambil jalan yang selamat perlulah pedoman cara dan aturan yang benar, cara yang telah dicontohkan oleh Rasullullah SAW, dan dengan aturan yang haq atau yang sebenar-benarnya yaitu aturan Alquran dan Sunnah. Itulah jalan yang selamat.
Mari kita tafakuri. Sementara tujuan esok kita sekedar jogging saja telah kita persiapkan, tujuan esok kita akan reuni, atau sekedar kongkow-pun telah kita persiapkan, apalagi di minggu depan misalkan promosi naik jabatan pastilah telah kita persiapkan, tetapi banyak dari kita yang lupa akan persiapan skenario Allah tentang tujuan kita kembali kepada Allah lewat pintu kematian, apa bekal kita untuk kehidupan akhirat kelak, amalan apa yang akan kita bawa?
Mari kita niatkan perubahan, mari berhijrah dari yang kurang baik menuju yang baik, dan dari yang baik menuju yang lebih baik lagi, mari kita niatkan agar hari ini lebih baik dari kemarin dan esok lebih baik dari hari ini, mari bersama-sama, selama kita masih berkesempatan, selama kita masih diberi kesempatan, selama nafas masih berhembus. Mari! Insya Allah, Aamiin.
Tidaklah lebih baik dari yang berbicara ataupun yang mendengarkan, karena yang lebih baik disisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.
Sumber : Republika