Senin, 22 Juni 2009

Bisnis Anti Bangkrut Oleh : Yusuf Iskandar


Banyak orang ingin berbisnis. Banyak orang berniat terjun ke dunia bisnis. Lebih banyak lagi yang sedang belajar bisnis. Ketika tiba gilirannya benar-benar harus memulai bisnis, hati menjadi gamang, bimbang dan ragu, tidak yakin, kurang pede, awang-awangen, nglangut. Lalu akhirnya, tidak mulai-mulai juga.

Apa pasal? “Bagaimana kalau nanti tidak laku, gagal, rugi, lalu bangkrut?”. Begitu, atau kata-kata yang sejenis itu yang biasanya menjadi momok dalam diri sendiri sehingga urung memulai bisnis.

Lha kok, tiba-tiba ada orang yang dengan pede sekali bertanya : “Mau nggak, saya beritahu bisnis yang dijamin tidak akan rugi atau bangkrut?”.

Semua orang yang mendengar pertanyaan itu mak plenggong, setengah melongo (karena hanya setengah, maka mimik buruknya jadi tidak terlalu kelihatan). Lalu lubang telinga pun serta-merta di-jembreng lebar-lebar. Penasaran kepingin tahu kelanjutannya. “Wah, penting ini”, kata hatinya sambil pura-pura seolah tidak penting.

Orang itu lalu berkata : “Bisnis yang dijamin tidak akan rugi dan tidak akan menyebabkan bangkrut adalah memuliakan anak yatim, memberi makan orang miskin, tidak berlaku tamak alias kewajiban zakat dan sedekahnya dipenuhi, dan jangan berlebihan mencintai dunia“.

Nafas pun kemudian dilepas lega. Kalau itu dari dulu juga sudah tahu, kata hati orang-orang yang mendengarkan. Tiwas methentheng, telanjur konsentrasi, mendengarkan breaking news tentang trik berbisnis anti bangkrut, rupanya cuma itu. Ya, singkatnya adalah bisnis memberi. Jadi nama bisnisnya adalah “memberi”. Bukan bisnis jual pulsa, bisnis ritel, bisnis garmen, bisnis IT, bisnis mobil, tapi bisnis “memberi”.

Dari jaman batu pun memang begitu. Tapi ya bagaimana mau membiayai anak yatim atau orang miskin atau membayar zakat, lha wong cari penghasilan yang pas-pasan saja tidak pernah pas.

Itulah masalahnya, atau lebih tepat, tantangannya. Kebanyakan orang-orang ini terjebak dalam tempurung tengkurap, bahwa yang namanya memberi adalah mengeluarkan uang atau materi. Padahal yang dimaksud oleh si pembicara tadi bahwa memberi itu bisa juga berupa ilmu, pengalaman, tenaga, pikiran, senyum, waktu dan tempat (seperti sering diberikan oleh MC), serta banyak hal-hal lain yang tidak berarti mengeluarkan uang. Yaaa paling-paling sekali waktu njajakke, mentraktir.

Dengan kata lain, terjemahan dari pesan si pembicara tadi adalah, kalau belum punya penghasilan ya memberilah dengan tanpa mengeluarkan uang. Kalau penghasilannya masih sedikit, ya memberilah sedikit dari yang sedikit itu. Kalau penghasilannya sudah banyak, ya memberilah lebih banyak dibanding yang sedikit tadi. Kalau habis? Isi ulang. Mudah, kan?

Maka, kata si pembicara : “Kalau bisa dan yang terpenting ikhlas melakukan itu, maka Insya Allah digaransi tidak akan merugi dan tidak bakal bangkrut”. Sebab yang mengeluarkan kartu garansi adalah Tuhan yang tidak pernah pu-tippu (malah sering menjadi korban penipuan, itupun tidak pernah jera membagi rejeki-Nya meski bolak-balik ditipu).

Kalau sebenarnya memulai bisnis yang dijamin pasti untung itu begitu mudahnya, kenapa tidak juga mulai dari sekarang? Mulailah dengan bisnis “memberi”. Setelah itu, setelah materi berhasil dikumpulkan sedikit demi sedikit, lalu kembangkan dan majukan bisnis “memberi” itu dengan bisnis-bisnis turunannya. Seperti misalnya jual baju (baru maupun bekas), jual ayam (hidup atau mati), jual komputer (baru atau rekondisi), jual makanan (mentah atau matang), dan banyak jual-jual lainnya yang (sekali lagi) jangan lupa untuk terus menjaga bobot kualitas banyak “memberi”.

Si pembicara lalu menambahkan pesannya : “Kemudian berbisnislah dengan mengikuti sifat-sifat nabi Muhammad saw., yaitu sidik (berkata benar), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan yang sebenarnya) dan fathonah (cerdas)”. Ini adalah empat sifat wajib Rosulullah yang wajib pula diteladani oleh umatnya.

Kedengarannya seperti pelajaran agama Islam. Padahal substansinya tidak semata-mata belajar ilmu tauhid. Karena si pembicara adalah seorang yang beragama Islam, maka pedoman yang disampaikan pun meneladani nabinya umat Islam. Namun sebenarnya apa yang disampaikan oleh si pembicara itu adalah sifat-sifat atau perilaku manusia yang sangat universal. Agama atau keyakinan apapun di muka bumi (termasuk aliran sesat), kurang-lebihnya juga menyandarkan perilaku normatif yang hampir sama secara substansi karakteristiknya. Dengan demikian, anjuran si pembicara itu sebenarnya berlaku umum bagi siapa saja.

Jika demikian mudahnya, mari kita memulai bisnis lalu kita ikuti anjuran si pembicaa tadi dan kita buktikan bahwa kita tidak akan bangkrut. Namun barangkali perlu disadari, kalau sudah niat ingsun mau action, ya action-lah sampai tuntas. Terkapar terengah-engah di tengah jalan adalah bagian dari proses pembelajaran sebelum dada menyentuh garis finish. Begitu kira-kira yang telah disampaikan oleh si pembicara dengan penuh keyakinan untuk meyakinkan.

***

Si pembicara yang sangat pede dengan jurus-jurus bisnisnya itu pada kartu namanya tertulis Haji Nuzli Arismal atau lebih dikenal dengan Haji Alay, yang juga adalah salah seorang sesepuh komunitas “entrepreneur” TDA (Tangan Di Atas). Beliau adalah seorang pebisnis yang sudah komplit makan asam, garam, gula dan jamu. Jatuh-bangun, malang-melintang, susah-gembira, adalah bagian dari perjalanan bisnisnya. Pasar Tanah Abang adalah “kampung halamannya”, dan sekarang beliau menjabat Ketua Umum Syarikat Masyarakat Industri & Pasar Indonesia (SMI&PI). Di usia senjanya, beliau tetap bersemangat empat-lima untuk mengompori dan menginspirasi para pebisnis muda.

Hari Minggu, 18 Januari 2009 yll, Haji Alay hadir di desa Manggung, kecamatan Ngemplak, kabupaten Boyolali, berada di tengah-tengah warga komunitas TDA Joglo, dalam rangka menunaikan bisnis “memberi”-nya. Haji Alay berkenan berbagi kepada siapa saja yang membutuhkan tanpa sedikitpun mengharapkan imbalan. Kualitas bisnis “memberi”-nya sudah pada level post-advance. Para entrepreneur muda yang haus akan pencerahan pun berdatangan dari beberapa wilayah di Jawa Tengah, guna ngangsu kaweruh (berguru) kepada sang guru.

Semoga ilmu yang diturunkan dapat diwarisi dan diamalkan. Diwarisinya sih gampang, wong dari jaman baheula ilmu itu ya memang begitu, tapi mengamalkannya itu……

Madurejo - Sleman, 28 Januari 2009
Yusuf Iskandar

http://madurejo.wordpress.com

◄ Newer Post Older Post ►