Selasa, 13 November 2012

RI Protes dan 3 Polisi Malaysia Memperkosa TKI

Pemerintah Republik Indonesia akhirnya melayangkan nota protes diplomatik kepada pemerintah Malaysia terkait perkosaan yang dialami SM, Tenaga Kerja Wanita asal Batang, Jawa Tengah.
Tragedi perkosaan itu dirasa makin keterlaluan karena dilakukan oleh tiga oknum anggota Polisi Diraja Malaysia di kantor polisi kawasan Bukit Merjatam, Penang, Malaysia.

Nota protes diplomatik RI itu berisi tuntutan hukuman tegas bagi para pelaku tindakan perkosaan tersebut. Nota disampaikan oleh Duta Besar RI di Malaysia, Herman Prayitno, kepada pemerintah Malaysia.
“Kami menyesalkan dan prihatin atas peristiwa tersebut. Aparat pemerintah (polisi) seharusnya melindungi warga, apapun warga negaranya,” kata Juru Bicara Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Suryana Sastradireja, kepada VIVAnews.

Suryana menyatakan, pemerintah Indonesia sangat menyesalkan perilaku ketiga oknum polisi Malaysia itu. “Polisi Malaysia telah melakukan perbuatan yang sangat memalukan. Apalagi peristiwa itu terjadi di pos polisi,” ujarnya.

KBRI saat ini telah mengirimkan tim khusus ke Penang untuk menyelidiki kasus perkosaan terhadap SM itu. Hal pertama yang harus dibuktikan kebenarannya, apakah benar tiga oknum polisi Malaysia tersebut melakukan tindak senonoh di kantor polisi.

Menurut Suryana, sampai Senin 12 November 2012 belum ada laporan resmi dari pihak Malaysia terkait kasus perkosaan tersebut. Pemberitahuan soal itu hanya disampaikan secara informal melalui pesan singkat (SMS) oleh Kementerian Luar Negeri Malaysia.

KBRI kini masih menunggu laporan resmi dari Malaysia untuk bertindak lebih jauh. Suryana mengakui, pemerintah RI bersikap hati-hati dalam menyikapi kasus itu agar hubungan Indonesia-Malaysia tak terganggu. “Kami melakukannya dengan cara menunggu laporan lengkap dari Malaysia. Kami berasumsi semua orang tidak bersalah. Kami harus hati-hati karena ini melibatkan kedua negara,” ujarnya.

DPR Berang

Anggota Komisi III Bidang Hukum DPR, Martin Hutabarat, meminta pemerkosaan terhadap SM harus diusut serius. “Kepolisian Malaysia harus mengusut kasus pemerkosaan tersebut secara adil dan transparan. Kami minta pemerintah Malaysia menindak tegas para pelaku dan tidak menutup-nutupi proses hukumnya,” kata Martin.

Politisi Gerindra itu mengecam perbuatan tiga oknum polisi Malaysia yang memerkosa SM secara bergiliran. “Perbuatan itu pantas dihukum seberat-beratnya karena dilakukan oleh polisi yang seharusnya menjadi pelindung, dan dilakukan di kantor polisi pula terhadap seorang wanita warga asing,” kata Martin.

Komisi III DPR juga meminta Kapolri untuk terus memantau kasus itu melalui jalur kerja sama Polri dan Kepolisian Diraja Malaysia. “Ini perlu agar jangan sampai menimbulkan protes berkepanjangan dari masyarakat di negara kita,” ujar Martin.

Di sisi lain Martin mengapresiasi ketulusan partai politik Malaysian Chinese Association (MCA) yang membantu SM melaporkan kasus pemerkosaan yang ia alami kepada pihak berwajib di Malaysia.

Sementara itu Ketua Komisi I Bidang Pertahanan dan Luar Negeri DPR, Mahfudz Siddiq, meminta pemerintah RI menghentikan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri, terutama TKI sektor informal. Menurutnya, pemerintah bahkan wajib memulangkan TKI yang sudah terlanjur bekerja di luar negeri sebagai pembantu rumah tangga.

“Ada masalah serius di sini, yaitu tergerusnya harga diri dan martabat bangsa di mata negara-negara penerima TKI sektor informal. Mereka melihat rendah dan cenderung melecehkan kita,” ujar Mahfudz.

Politisi PKS itu mengatakan, akibat Indonesia dikenal seantero dunia sebagai negara pentransfer pembantu rumah tangga, warga Indonesia secara umum bahkan diperlakukan lebih rendah ketimbang warga Malaysia di negara-negara Timur Tengah. “Bangsa ini babak-belur,” kata Mahfudz.

Ia juga meminta pemerintah Malaysia beritikad baik terhadap Indonesia dengan memproses hukum para pelaku pemerkosaan. “Jangan sampai kasus-kasus kekerasan terhadap TKI dan WNI di Malaysia jadi bom waktu bagi hubungan bilateral kedua negara,” kata Wasekjen PKS itu.

Direktur Migrant Care, Anis Hidayah, mendesak pemerintah untuk terus mengawasi proses hukum terhadap ketiga polisi Malaysia itu. Ia juga mendesak pemerintah serius melindungi TKI. Perlindungan ini harus diberikan terus menerus, bukan bersifat musiman. “Selama ini seolah pemerintah menganggap masalah TKI tidak serius, sehingga penanganannya juga tidak pernah serius,” kata dia.

Tindakan Malaysia

Dato' Patahiyah binti Ismail yang mejabat sebagai Presiden Dewan Kota Penang – lokasi pemerkosaan terhadap SM, mengaku tidak tahu persis mengenai masalah tenaga kerja asing. Menurutnya, urusan tenaga kerja berada di bawah kementerian.

“Soal pekerja-pekerja itu ada di bawah Kementerian Tenaga Kerja. Soal pekerja asing di Penang saya kurang memahami,” kata Patahiyah yang kebetulan sedang berada di Indonesia untuk menghadiri acara Kerja Sama Pemerintah Kota Yogyakarta dengan Penang di Yogyakarta, Senin 12 November 2012.

Meski demikian, kata Patahiyah, pemerintah Penang telah berupaya memberikan perlindungan kepada para tenaga kerja asing dengan memasang kamera-kamera pemantau di tempat-tempat umum. “Kami juga tempatkan sejumlah petugas,” ujarnya.

Pemerintah Penang, tegas Patahiyah, tidak membedakan perlindungan yang diberikan kepada warga negara Malaysia dengan para tenaga kerja asing di wilayahnya. “Baik itu TKI, pekerja Vietnam, maupun Myanmar, kami pastikan mereka selamat. Keselamatan semua tenaga kerja di Penang kami prioritaskan, bukan hanya warga negara Malaysia saja,” kata dia.

Polisi Malaysia sendiri sesungguhnya bertindak cepat terhadap peristiwa itu dengan membentuk tim khusus untuk menangkap para pelaku perkosaan. Empat jam setelah laporan SM dibuat atau sekitar pukul 7 malam waktu setempat, Jumat 9 November 2012, aparat berhasil menangkap tiga oknum polisi yang diduga memperkosa SM. Mereka adalah ML (33), SR (21), dan RAD (25).

Ketiga anggota polisi durjana itu juga telah diperiksa oleh penyidik dan dijerat dengan Pasal 376 tentang pemerkosaan. “Setelah menyelesaikan investigasi, kami akan menyampaikan laporannya kepada penuntut umum untuk ditindak lebih lanjut,” kata Mazlan Kesah, Kepala Departemen Penyelidikan Kriminal Malaysia sebagaimana dikutip laman Bernama.

Mazlan meminta pemerintah Indonesia untuk tidak khawatir, sebab proses penyelidikan kasus itu berjalan dengan adil. Ia menegaskan, Malaysia tidak akan melindungi ketiga pelaku meski mereka adalah anggota polisi. Pernyataan serupa juga disampaikan Kepala Polisi Datuk Abdul Rahim Hanafi.

Menurut Abdul Rahim, ketiga polisi itu bahkan telah diskors mulai Jumat kemarin hingga tanggal 16 November 2012 untuk kelancaran pemeriksaan. “Kami memastikan, polisi tidak akan melindungi anggotanya jika tuduhan itu ternyata benar,” kata Abdul Rahim dikutip New Strait Times.

Kronologi

Nasib nahas yang menimpa SM bermula saat ia berjalan-jalan dengan kekasihnya, pria berwarga negara Malaysia, di kawasan Prai, Penang. Namun keduanya dicegat oleh dua polisi. Polisi meminta data diri SM. Namun ketika itu ia hanya bisa menunjukkan salinan paspor.

Setelah memeriksa SM dan teman prianya, kedua polisi itu lantas melepaskan teman pria SM. Tapi mereka membawa SM ke kantor polisi. Di kantor polisi Bukit Mertajam itulah SM mendapat perlakuan tak senonoh dari tiga polisi. Dia diperkosa secara bergiliran. SM baru dilepaskan sekitar pukul 15.00 waktu setempat. Ia kemudian membuat laporan atas perkosaan yang ia alami itu.

SM kini berada di shelter perlindungan Konsulat Jenderal RI Penang. Di shelter itu, SM akan mendapatkan pendampingan psikologis dan perawatan kesehatan. Pemerintah RI juga menyiapkan pengacara untuk mendampingi SM selama proses hukum berlangsung. “Kami pastikan saudari SM aman,” kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri RI, Tatang Boedi Utama Razak. (eh)
◄ Newer Post Older Post ►