Sabtu, 07 Januari 2012

Pengemis diantara Rintik Hujan


Diantara rintik hujan yang mengantar senja ke tempat peristirahatannya,semilir angin berhembus menerpa wajah-wajah letih di jalanan membuat orang enggan untuk keluar rumah.

Genangan-genangan air mulai muncul di jalan-jalan beraspal yang tidak lama lagi akan memantulkan cahaya lampu-lampu jalan menandakan malam segera datang. Disudut jalan seorang anak kecil masih asyik memainkan mobil-mobilan bekas yang diperolehnya tadi siang dari tempat sampah.

Ibunya masih tertidur disampingnya, atap-atap lebar rumah dan lebatnya pohon melindungi mereka dari sapuan air hujan, di sudut lain tampak beberapa pengemis dan pemulung juga mulai merebahkan diri. "Allahu Akbar.. Allahu Akbar" kumandang adzan maghrib terdengar saling bersautan dari corong-corong speaker masjid, suara yang mengajak orang menemui Sang Khaliq pencipta segala makhluk.

"Bu.. bu.. itu udah adzan mau sholat gak?" teriak anaknya membangunkan sang ibu, tapi ibunya masih terus tertidur. Anak itu diam, lalu kemudian meneruskan bermain mobil-mobilan. Setelah hampir setengah jam asyik bermain, anak tersebut kembali membangunkan ibunya "Bu.... bu..., ...ibu gak sholat...... bangun dong bu.... Angga lapar nih !!" teriak anaknya, tapi ibunya masih tetap tertidur, tidak bergeming sedikitpun. Karena keletihan membangunkan ibunya tetapi tidak ada hasil anak itu kemudian tertidur disamping ibunya. Anak itu berusia lima tahun dengan badan kurus dan lusuh, sedangkan ibunya berusia sekitar tiga puluh tahun dengan wajah kurus pucat seperti orang sakit keras.

Tidak beberapa lama adzan Isya berkumandang. Hujan semakin deras, jalanan tampak sepi, anak itu terbangun sambil meringis karena merasa lapar. Dia bangun lalu berlari kearah masjid di seberang jalan, kemudian menengadahkan tangan kepada jama'ah masjid yang hendak melaksanakan sholat. Anak itu telah terbiasa mengemis di depan masjid dan di persimpangan jalan, tetapi malam itu tidak satupun jama'ah yang memberikannya uang. Dia terus meringis menahan sakit perut yang belum terisi sejak pagi karena ketika siang hari ibunya muntah-muntah lalu kemudian tidur dan belum bangun sampai malam itu.

"Aro'aitalladzi yukajjibu biddin, fadza likalladzi ya du'uul yatim wa la yaa khuddu 'alaa thoo 'amil miskin" terdengar suara imam membaca surat Al Maa'un dari dalam masjid tentang para pendusta agama. Semua jama'ah hafal ayat itu tapi sama seperti nasib anak di luar masjid itu surah Al Maa'un tersebut terlantar di sudut ingatan. "Iqra!" kata malaikat Jibril kepada Muhammad SAW, tidak ada kitab disana, Rasulullah SAW pun tidak bisa membaca, lalu apa yang mesti di baca? "Iqra bismirabbikalladzi khalaq" bacalah dengan menyebut nama Tuhan Sang Maha Pencipta, surah itu seperti berteriak kepada kita "Bacalah sekelilingmu, bacalah keadaan lingkunganmu, baca dan berkacalah pada alam semesta dan tunjukan kepedulianmu" dan kita hanya tertunduk sambil terus membolak-balik kitab suci.
"Bacalah sekelilingmu, bacalah keadaan lingkunganmu, baca dan berkacalah pada alam semesta dan tunjukan kepedulianmu"
Anak itu belari kembali kepada ibunya sambil menangis menahan sakit, tubuhnya basah oleh air hujan, air yang bagi mahluk lain menjadi rahmat, tetapi baginya menjadi seperti sapaan Tuhan terakhir kepadanya, dia tertidur sambil memegang perut di dada ibunya. Keduanya, ibu dan anak itu pada pagi harinya diketemukan warga telah meninggal dunia, meninggalkan derita yang dideranya, meninggalkan para pendusta agama yang tidak pernah mau menyapanya.

Ketika malam nanti hujan menghampiri kita, disaat kita berkumpul bersama keluarga dan merasakan kehangatan, maka sesekali ambillah payung lalu keluar rumahlah, carilah rintihan disudut-sudut jalan, di halte-halte bis, sapalah mereka, redakan ketakutan di hati mereka, berbagilah sedikit kepada mereka.

Jika kokohnya rumah kita masih membuat takut anak-anak kita ketika mendengar halilintar, lalu bagaimana dengan teriakan anak-anak tanpa atap tersebut, siapa tahu senyuman kita mampu mengusir galau dan resah di hati mereka lalu perlahan-lahan bisa melunturkan stempel pendusta agama di kening kita.


.
.
◄ Newer Post Older Post ►