Rabu, 11 Januari 2012

Menggerakan Usaha Kecil Dan Menengah Di Cirebon

KABUPATEN Cirebon dikenal sebagai sentra industri kerajinan rakyat. Alasan itu rasanya memang tidak mengada-ngada. Sebut saja rotan berkembang di Kecamatan Plumbon, Weru, Depok dan Palimanan dan tercatat ada sekira 1.040 unit usaha dengan menyerap tenaga kerja 50.100 orang. Disusul industri batik tersebar di Kecamatan Plered dan Desa Kalibaru Kecamatan Kedawung, itu pun dapat mempekerjakan sekitar 3.700 orang dari 419 unit usaha. Ada lagi batu alam di Palimanan dan Kecamatan Dukupuntang hasil produksi berupa asesories dinding, lantai maupun taman. Ada lagi makanan ringan, sentra industri ini tersebar di Kecamatan Kedawung, Plered, Tengahtani, Plumbon, tercatat 379 unit usaha yang menyerap 4.586 tenaga kerja.
Semua kegiatan usaha tersebut lebih banyak masuk dalam kategori sektor usaha kecil menengah, bahkan ada juga skala mikro seperti pedagang makanan dan minuman yang biasanya mangkal di sekitar lokasi produksi dan memiliki ketergantungan dari aktivitas kegiatan usaha tersebut.
Meski sebagian kegiatan usaha tersebut masuk kategori perusahaan besar dan pemiliknya dianggap mapan secara ekonomi, namun masih jauh lebih banyak kegiatan usaha kategori menengah butuh sentuhan modal karena tidak terjamah keberadaan dengan adanya perusahaan besar. Kegiatan usaha yang condong butuh permodalan seperti makanan ringan, pakaian jadi, sandal karet dan kerajinan bambu. Pasar hasil produksi ini ada tapi banyak pelaku usahanya yang tergopoh-gopoh, bahkan terpuruk alias tidak lagi bisa produksi.
Setelah dilakukan kajian Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (DisKUMKM) Kabupaten Cirebon ternyata ada masalah klasik, yakni rendahnya sumber daya manusia, manajemen usaha, permodalan serta akses pasar. Dari empat aspek tersebut ternyata permodalan menjadi lebih dominan.
Hasil survei juga menyatakan bahwa selama ini adanya program pemerintah terkait masalah itu belum bisa dirasakan. Bahkan paling mengejutkan mereka menanyakan tentang program kredit usaha rakyat (KUR) yang sering didengung-dengungkan bisa membantu sektor UKM. Bahkan mereka juga menanyakan bank mana yang bisa membantu UKM bermodal kecil. Padahal dalam tanyangan televisi dan iklan di media massa lainnya, program KUR tersebut terkesan merakyat dan semua pelaku usaha diberikan tawaran mudah meminjam kredit untuk permodalan.
Terkait masalah KUR, memang DisKUMKM telah menerima tembusan dari Bank Indonesia termasuk Kementrian Koperasi dan KUKM untuk turut membantu dan memfasilitasi kesuksesan program ini. Menyikapi surat tembusan ini kemudian melakukan berbagai langkah, salah satunya mempertemukan kalangan UKM Kabupaten Cirebon dengan bank pelaksana KUR.   Menciptakan suasana  kondusif, menciptakan dan mempersiapkan UMKM agar lebih kapabel dan prospektif. Selanjutnya setelah usaha UMKM minimal 1 (satu) tahun sudah berjalan, UMKM  didorong untuk meningkatkan kapasitas bisnisnya dengan mengajukan pembiayaan usahanya melalui KUR.
Pemerintah telah menunjuk enam bank pelaksana KUR yaitu BRI, Bank Mandiri, BNI, Bank Bukopin, BTN dan Bank Syariah Mandiri. Pada penghujung 2009 bank pelaksana KUR bertambah dengan masuknya 13 Bank Pembangunan Dearah (BPD).  Seiring bergulirnya program KUR, data  BI  menunjukkan bahwa  realisasi penyaluran KUR hingga pertengahan Oktober 2010 lalu mencapai Rp 8,8 triliun dengan jumlah debitur 906.017.
Namun saat Bidang Pendataan dan Pembinaan DisKUMKM Kabupaten Cirebon melakuan survei ternyata tidak banyak yang merasakan adanya bantuan kredit dari KUR. Bahkan sebagai dari meraka menanyakan bahwa KUR itu untuk siapa? Hal ini karena hampir semua bank pelaksana masih tetap pemberian kredit modal usaha namun dengan persyaratan yang rumit, berbelit-belit serta cenderung tetap mengedepankan aspek kehati-hatian yang  berlebihan. Bahkan sebuah angunan sebagai prasyarat penyaluran kredit tidak  menjamin uang  modal usaha itu akan cair.
Melihat fenomena ini rasanya tak berlebihan jika persoalan ini kembali menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah daerah termasuk Pemkab Cirebon. Akhirnya tanpa melepas sosialisasi tentang KUR juga pemda melakukan berbagai upaya agar kalangan UKM memiliki alternatif dalam pemenuhan permodalan. Di antaranya memberikan bantuan permodalan untuk koperasi dan UKM pada tahun 2003/2004 sebesar Rp 1,5 miliar. Dan pada tahun 2007 dikeluarkan Perda Nomor 17 Tahun 2007 mengenai kredit modal bantuan lunak, Pemkab Cirebon mengucurkan kembali dana sebesar Rp 1,5 miliar yang dikelola DisKUMKM melalui Bank Perkreditan Rakyat, LSM dan telah disalurkan untuk 66 koperasi dan 53 UKM di Kabupaten Cirebon. Bentuk kepedulian Pemkab Cirebon dapat dilihat dari seringnya Bupati Cirebon, H Dedi Supardi  menghadiri acara rapat anggota tahunan dan kegiatan-kegiatan lain dengan gerakan koperasi dan UKM.
Setidaknya terdapat tiga alasan penting  keberadaan KUMKM  (Berry, dkk, 2001).  Alasan pertama, kinerja KUMKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja  produktif. Kedua, sebagai bagian dari dinamikanya dan ketiga, KUMKM sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi.  Namun demikian, tidak berarti saat ini pun UKM tidak menghadapi kendala dalam perkembangannya. Setelah lebih dari satu dasawarsa melewati masa krisis, masih ada banyak kendala dihadapi di tengah berbagai sanjungan di mana terdapat tiga aspek umum yang menjadi problematika UKM, aspek permodalan, aspek pasar dan  manajerial 
Terkait berbagai persoalan tersebut, Pemkab Cirebon melalui Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (KUMKM) terus melakukan pembinaan dan dukungan misalnya permodalaan memfasilitasi bantuan melalui penyaluran bantuan Rp 1,5 miliar yang disalurkan kepada sejumlah lembaga koperasi dan unit UMKM yang mekanisme pembayaran melalui BPR. Dana angsuran dari pelaku usaha itu akan digulirkan kembali bagi yang belum menerima.
Aspek pasar,  secara periodik beberapa lembaga koperasi dan UMKM dilibatkan dalam kegiatan pameran, baik skala lokal, luar daerah, sampai nasional. Sayangnya, dari jumlah lembaga koperasi 565 dan UMKM sekira 21.439 unit usaha tidak semua dapat dilibatkan mengingat terlalu banyak, sehingga untuk sementara  masih menerapkan sistem skala perioritas. Namun untuk pelatihan sumber daya manusia (SDM)  secara bergilir dilakukan.
Aspek manajerial, memang tidak mudah mengubah manajemen usaha yang selama ini KUMKM terapkan. Umumnya melakukan dengan cara- sederhana. Guna mengarah ke sana, pelatihan yang fokus pada penerapan manajemen dan sistim akutansi standar selalu digelar, dengan harapan secara perlahan KUMKM bisa menerapkan dalam kegiatan usaha.***sumber www.kabar-cirebon.com
◄ Newer Post Older Post ►