Di sebuah desa ada sebuah kios yang  menjual melon, Wang pemilik kios buah itu sangat ahli, setiap melon jika  sudah berada ditangannya, dia pasti bisa dengan tepat mengatakan berat  dari melon tersebut.
Pada suatu hari seorang bhiksu  yang tinggal disekitar daerah itu, datang bersama seorang bhiksu kecil,  melon yang dipilih oleh mereka. Tanpa ditimbang Wang mengatakan berat  melon tersebut, “yang ini 1.3 kg dan yang ini 1.5 kg” bhiksu kecil tidak  percaya kepada Wang, lalu mengambil melon yang dikatakan Wang dan  ditimbang, benar saja berat melon tersebut seperti yang dikatakan Wang.
Kemudian, Bhiksu tua mengambil  sebuah melon yang besar, dan memberikannya kepada Wang sambil berkata,  "jika Wang dapat menebak berat melon ini, dia akan memberikan segepok  uang yang dia bawa kepada Wang, uang tersebut cukup untuk membeli 2 kg  melon.
Wang dengan gembira menyetujui,  lalu dengan hati-hati mengangkat melon itu, setelah ditimang-timang  ditangannya dia malah berhenti sebentar, beberapa saat kemudian, semua  orang yang mengelilingi kios melonnya, mendesaknya mengatakan berapa  berat melon tersebut? Akhirnya Wang menjawab, “1.3 kg”, setelah  ditimbang ternyata melon itu 1.5 kg.
Segenggam uang, dapat  mengacaukan suasana hati Wang, sehingga membuat dia kehilangan  keterampilan dan bakat dasarnya yang biasanya sangat tepat.
Cerita ini juga pernah  diceritakan oleh Zhuangzi, 'Seorang penjudi mengambil pot tanah sebagai  taruhan, dia bisa bermain dengan sangat trampil, tetapi jika memakai  emas sebagai taruhan maka dia akan kehilangan kemahiran dan  keterampilannya'.
Kebijaksanaan dari Zhuangzi ini  disimpulkan sebagai berikut, jika seseorang lebih mementingkan harta  duniawi maka akan semakin mudah kehilangan hati nuraninya.
Hati manusia bagaikan air, namun, hanya ada sedikit desiran angin, akan menimbulkan riak permukaan air yang tenang tersebut. Kehidupan dunia yang warna-warni penuh dengan godaan, seperti mobil mewah, uang, gadis cantik, ketenaran dan kekuasaan, selalu seperti badai yang menerjang ke dalam hati. Jika tidak berhati-hati, akan membuat kita kehilangan hati nurani, sehingga sulit untuk mengembalikan sifat dasar kita yang penuh kemurnian, kedamaian dan kebaikan.
Seribu tahun yang lalu, Zhuge  Liang didalam bukunya menulis, seseorang jika dapat hidup dengan tenang  dengan kesederhanaan, ketulusan dan kedamaian, maka orang tersebut dapat  menahan godaan duniawi yang penuh warna warni dengan demikian dapat  menjaga hati nurani ini tetap tenang dan baik.
Hati nurani, adalah modal dasar  kita hidup didunia ini, didalam hati ini tersimpan kecerdasan dan bakat  kita, juga tersimpan kualitas kita sebagai manusia, hanya menjaga hati  nurani kita dengan baik dan lurus. Kita bisa mengenali siapa diri kita  sebenarnya, dapat sebesar mungkin mengembangkan potensi kita, sehingga  akhirnya dapat memenuhi cita-cita kita menjadi manusia yang baik dan  berguna bagi masyarakat ini
[sumber : erabaru.net] 
